Festival Sejuta Hiloi: Merayakan Hiloi, Simbol Adat dan Jati Diri Suku Sentani
Suku Sentani di Papua akan menggelar Festival Sejuta Hiloi pada Juni 2025 untuk melestarikan hiloi, garpu kayu tradisional yang menjadi simbol identitas dan pemersatu keluarga.

Kabupaten Jayapura, Papua, akan menjadi tuan rumah Festival Budaya Sejuta Hiloi pada Juni 2025. Festival ini didedikasikan untuk hiloi, sebuah garpu kayu tradisional suku Sentani yang memiliki makna mendalam bagi masyarakat adat setempat. Acara ini bertujuan untuk melestarikan warisan budaya tak benda dan memperkuat identitas lokal suku Sentani, sekaligus mempromosikan potensi pariwisata budaya di wilayah Danau Sentani.
Hiloi, lebih dari sekadar alat makan untuk papeda (makanan pokok dari sagu), merupakan simbol kebersamaan, kesabaran, dan penghormatan leluhur bagi suku Sentani. Budayawan Orgenes Monim mengatakan, "Hiloi itu bukan cuma kayu bercabang, alat ini menyimpan filosofi hidup masyarakat adat Sentani tentang kebersamaan, kesabaran dan penghormatan pada leluhur." Festival ini diharapkan dapat meregenerasi pengetahuan dan apresiasi terhadap hiloi di kalangan generasi muda yang mungkin kurang familiar dengan makna dan pentingnya alat tradisional ini.
Festival Sejuta Hiloi akan diadakan di Kampung Ebungfa, Distrik Ebungfauw, Kabupaten Jayapura. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada komitmen kuat masyarakat Kampung Ebungfa dalam menjaga tradisi dan kearifan lokal. Mereka masih menggunakan peralatan tradisional dalam kehidupan sehari-hari dan hidup berdampingan harmonis dengan lingkungan sekitar Danau Sentani.
Mengenal Lebih Dekat Hiloi dan Trilogi Budaya Kuliner Sentani
Hiloi, helai (wadah papeda dari tanah liat), dan hote (tempat lauk pauk dari tanah liat) membentuk trilogi budaya kuliner Sentani yang sarat nilai spiritual dan ekologis. Ketiga elemen ini selalu hadir bersama dalam setiap jamuan keluarga, upacara adat, bahkan acara gereja. Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Jayapura, Fredrik Modouw, menjelaskan bahwa hiloi memiliki hubungan emosional yang kuat dengan masyarakat Sentani. "Masyarakat adat Sentani memiliki hubungan emosional dengan hiloi. Alat makan ini hadir dalam jamuan keluarga, upacara adat bahkan dalam acara gereja. Saat seseorang meninggal dunia, keluarga akan menghidangkan papeda dengan hiloi sebagai simbol perpisahan yang penuh penghormatan," ujarnya.
Pembuatan hiloi sendiri merupakan proses yang tidak sembarangan. Kayu yang digunakan biasanya berasal dari pohon matoa, dipilih berdasarkan kekuatan dan kehalusan seratnya. Proses pembuatannya dilakukan secara manual oleh perajin yang mewarisi keterampilan dari generasi sebelumnya. Hal ini menunjukkan kearifan lokal dan pelestarian keterampilan tradisional yang masih dijaga hingga saat ini.
Festival Sejuta Hiloi dirancang sebagai ruang refleksi dan pembelajaran bagi masyarakat, khususnya generasi muda. Selain menyaksikan pertunjukan budaya, pengunjung dapat berpartisipasi dalam workshop pembuatan hiloi, atraksi tradisional, dan pameran kuliner lokal. Rapat koordinasi yang melibatkan tokoh adat, pemimpin adat, tokoh perempuan, pemuda, dan komunitas budaya telah membahas persiapan teknis festival, pembentukan panitia, dan pembagian peran.
Festival Sejuta Hiloi: Lebih dari Sekadar Perayaan
Festival Sejuta Hiloi tidak hanya menampilkan atraksi budaya dan seremoni adat, tetapi juga mencakup berbagai kegiatan interaktif. Ada prosesi makan papeda massal menggunakan hiloi, pertunjukan seni tradisional seperti tarian yosim pancar dan lagu-lagu rakyat, serta perlombaan tradisional seperti lomba cepat makan papeda, membuat hiloi, dan mendongeng legenda Sentani. Selain itu, akan ada workshop interaktif pembuatan hiloi, helai, dan hote, serta pameran UMKM dan kuliner lokal.
Festival ini juga menyediakan panggung rakyat bagi anak muda Sentani untuk mengekspresikan kreativitas mereka melalui puisi, musik akustik, dan drama. Dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat, festival ini bertujuan untuk memastikan partisipasi aktif generasi muda dalam melestarikan warisan budaya mereka. "Tujuan utama kami yakni membangun kesadaran bahwa hiloi bukan benda museum. Ia masih hidup, digunakan, dan harus diwariskan secara aktif karena itu festival ini dirancang sebagai wadah pembelajaran dan perjumpaan lintas generasi," jelas Fredrik Modouw.
Festival Sejuta Hiloi merupakan upaya untuk melawan ancaman kepunahan budaya akibat globalisasi dan pengaruh budaya luar. Banyak anak muda, terutama di perkotaan, yang sudah tidak lagi mengenal fungsi dan makna hiloi. Orgenes Monim menekankan pentingnya mengenalkan hiloi kepada generasi muda: "Anak-anak sekarang harus tahu, sebelum ada sendok dan garpu dari pabrik, orang tua kita hidup harmonis dengan alat makan buatan sendiri, mereka tidak sekedar makan, tetapi merasakan kehadiran leluhur lewat hiloi."
Peluang Ekonomi dan Pariwisata Berbasis Budaya
Festival Sejuta Hiloi tidak hanya berfokus pada pelestarian budaya, tetapi juga diarahkan sebagai strategi pengembangan pariwisata berbasis budaya di Kabupaten Jayapura. Potensi pariwisata budaya di Danau Sentani sangat besar, namun belum tergarap secara maksimal. Dengan memperkenalkan hiloi sebagai simbol budaya Sentani, diharapkan dapat menarik wisatawan dan menciptakan brand lokal yang unik. "Dengan memperkenalkan hiloi sebagai simbol budaya Sentani, kita juga menciptakan brand lokal yang unik. Wisatawan datang bukan hanya untuk melihat danau saja, tetapi juga mengalami tradisi makan papeda langsung dari dapur masyarakat adat," kata Fredrik Modouw.
Festival ini juga membuka peluang ekonomi baru bagi perajin hiloi, petani sagu, nelayan tradisional, dan pelaku UMKM lokal. Diharapkan Festival Sejuta Hiloi dapat menjadi agenda tahunan dan masuk dalam kalender budaya Papua. Kampung Ebungfa, sebagai tuan rumah, dipilih karena masih menjaga tradisi secara utuh dan memiliki komitmen kuat terhadap pelestarian budaya. Bagi masyarakat Ebungfa, festival ini merupakan tanggung jawab untuk menunjukkan kepada dunia bahwa budaya Papua tetap hidup dan lestari.
Hiloi, dalam kesederhanaannya, menyampaikan pesan yang mendalam tentang pentingnya menjaga, menghargai, dan mewariskan budaya. Melalui Festival Sejuta Hiloi, Kabupaten Jayapura sedang menulis ulang narasi budaya mereka, bukan sebagai masa lalu yang dilupakan, tetapi sebagai warisan yang dibawa ke masa depan. Festival ini menjadi bukti nyata bahwa budaya Papua, yang terpatri dalam setiap ukiran hiloi, tetap hidup dan bermakna bagi generasi kini dan mendatang.