Forkopi Usul Hapus Pidana Koperasi dalam Revisi RUU Perkoperasian
Forum Koperasi Indonesia (Forkopi) mengusulkan revisi RUU Perkoperasian, termasuk menghapus sanksi pidana dan memperluas usaha simpan pinjam koperasi, demi mendukung pertumbuhan ekonomi kerakyatan.

Jakarta, 19 Februari 2024 - Forum Koperasi Indonesia (Forkopi) mengajukan sejumlah usulan revisi pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian. Salah satu usulan yang paling menonjol adalah penghapusan sanksi pidana bagi pelaku koperasi. Usulan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) dan Universitas Koperasi Indonesia di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Ketua Presidium Forkopi, Andy Arslan Djunaid, menjelaskan bahwa tujuan utama dari usulan revisi ini adalah untuk menciptakan regulasi yang lebih berpihak pada gerakan koperasi. Menurutnya, sanksi pidana yang ada saat ini dinilai kurang proporsional dan perlu disesuaikan agar hanya diterapkan pada tindakan yang benar-benar merugikan koperasi, bukan kesalahan administratif atau operasional. "Kami ingin memastikan bahwa sanksi pidana hanya berlaku bagi tindakan yang benar-benar merugikan koperasi, bukan sekadar kesalahan administratif atau operasional," tegas Andy.
Selain penghapusan sanksi pidana, Forkopi juga mengusulkan beberapa poin penting lainnya. Revisi ini diharapkan dapat memperkuat peran koperasi dalam perekonomian nasional dan mendorong pertumbuhannya secara berkelanjutan. Usulan-usulan tersebut telah disampaikan kepada Baleg DPR RI untuk dipertimbangkan dalam proses revisi RUU Perkoperasian.
Usulan Revisi RUU Perkoperasian oleh Forkopi
Forkopi mengajukan beberapa poin krusial dalam revisi RUU Perkoperasian. Salah satunya adalah revisi definisi koperasi itu sendiri. Forkopi mengusulkan definisi koperasi sebagai "sekumpulan orang atau badan hukum koperasi yang bersatu secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial, dan budaya melalui usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong." Mereka juga menekankan pentingnya pengakuan koperasi sebagai badan hukum yang sah untuk menjalankan usaha bersama.
Usulan lain yang diajukan Forkopi adalah perluasan usaha simpan pinjam (simpin pinjam) koperasi. Hal ini sejalan dengan amanat TAP MPR No. 16/1998 dan UU Cipta Kerja No. 6/2023. Forkopi bahkan mengusulkan agar koperasi pelajar dan mahasiswa diizinkan melayani calon anggota sebagai bagian dari proses pendidikan sebelum menjadi anggota tetap. Ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran dan pemahaman akan koperasi sejak dini.
Forkopi juga menekankan pentingnya asas kekeluargaan dan gotong royong dalam koperasi. Mereka ingin memastikan bahwa koperasi tetap berakar pada budaya ekonomi masyarakat Indonesia dan tidak hanya sekadar mengejar demokrasi ekonomi tanpa batas. "Hal ini untuk memastikan koperasi tetap mengakar pada budaya ekonomi masyarakat Indonesia," ujar Andy Arslan Djunaid.
Selain itu, Forkopi mengusulkan agar pendidikan koperasi dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional, mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga perguruan tinggi. Mereka juga mengusulkan pembentukan Dewan Nasional Literasi Perkoperasian untuk memantau dan mengevaluasi strategi literasi koperasi secara berkelanjutan.
Dukungan Pemerintah dan DPR
Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, menyambut baik usulan-usulan dari Forkopi. Ia menekankan pentingnya pemutakhiran RUU Perkoperasian untuk melindungi kepentingan masyarakat dan memastikan koperasi dapat menjadi fondasi ekonomi nasional yang berkelanjutan. Bob Hasan juga menyoroti maraknya kasus koperasi simpan pinjam yang merugikan banyak anggotanya akibat tidak adanya batasan bunga dalam regulasi yang berlaku saat ini.
Bob Hasan menambahkan bahwa pemerintah saat ini, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, mengedepankan kesejahteraan rakyat dan realisme ekonomi. Koperasi, menurutnya, harus menjadi bagian dari strategi utama pembangunan ekonomi nasional. Ia juga menekankan peran krusial koperasi dalam berbagai sektor, termasuk sebagai pemegang hak Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan penerima sah pupuk bersubsidi untuk petani.
Baleg DPR berharap pembahasan RUU Perkoperasian dapat dipercepat dan bahkan jika memungkinkan, rampung dalam waktu satu bulan. Hal ini diharapkan dapat segera memberikan payung hukum yang jelas bagi koperasi dan mendorong perkembangannya sebagai pilar ekonomi berbasis asas kekeluargaan yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia.
Forkopi juga mengusulkan beberapa poin tambahan, antara lain: insentif pajak bagi koperasi, tidak adanya batasan periode kepengurusan, hak milik atas tanah bagi koperasi (tidak hanya pertanian), digitalisasi koperasi dengan Sistem Teknologi Informasi Koperasi (STIK), dan penghapusan pengategorian transaksi rahn (pembiayaan dengan jaminan emas) dalam koperasi syariah sebagai gadai.
Dengan berbagai usulan tersebut, Forkopi berharap revisi RUU Perkoperasian dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan koperasi di Indonesia, serta memberikan perlindungan yang lebih baik bagi anggota koperasi.