Gerbang Tani Desak Pemerintah Evaluasi Aturan VMS yang Memberatkan Nelayan
Gerakan Bangkit Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) mendesak pemerintah mengevaluasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42 Tahun 2015 tentang VMS yang dinilai memberatkan nelayan kecil.

Nelayan di Indonesia menghadapi kesulitan akibat Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42 Tahun 2015 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (VMS). Aturan ini mewajibkan kapal di bawah 30 Gross Ton (GT) untuk menggunakan VMS, sebuah perangkat monitoring sistem berbasis sinyal. Hal ini menimbulkan protes dari Gerakan Bangkit Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) Jakarta, yang menilai aturan tersebut memberatkan nelayan kecil dan mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi.
Ketua DPW Gerbang Tani Jakarta, Tri Waluyo, menyatakan bahwa kewajiban penggunaan VMS tidak menguntungkan nelayan, justru mempersulit dan menimbulkan banyak pengeluaran. "Regulasi mewajibkan kapal di bawah 30 Gross Ton ke bawah menggunakan Vessel Monitoring System (VMS) atau perangkat monitoring sistem berbasis sinyal sangat memberatkan," ujar Tri Waluyo di Jakarta, Minggu (13/4).
Beban ekonomi yang ditanggung nelayan akibat aturan ini sangat signifikan. Selain biaya pemasangan VMS yang mencapai Rp20 juta, nelayan juga harus menanggung biaya tahunan sebesar Rp6 juta dan biaya administrasi Rp1 juta. Hal ini diungkapkan oleh nelayan kapal di bawah 30 GT, Najirin, yang merasakan langsung dampak negatif dari peraturan tersebut. "Ini kan memberatkan kami para nelayan," tegas Najirin.
Beban Berat bagi Nelayan Kecil
Tri Waluyo menjelaskan bahwa dampak negatif aturan VMS tidak hanya dirasakan secara ekonomi, tetapi juga secara psikologis. Nelayan merasa terbebani dan kesulitan dalam mencari nafkah. "Beban berat ini yang harus ditanggung nelayan," katanya. Ia menambahkan bahwa nelayan hanya ingin mencari nafkah untuk menghidupi keluarga mereka.
Para nelayan telah melakukan aksi demonstrasi di Dermaga T Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, untuk menyuarakan aspirasi mereka. Mereka menuntut pemerintah untuk segera menanggapi keluhan dan melakukan perubahan pada peraturan yang dianggap memberatkan tersebut.
Gerbang Tani Jakarta juga telah menyampaikan keluhan para nelayan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), melalui Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal. Mereka berharap aspirasi nelayan dapat didengar dan ditindaklanjuti oleh pemerintah, termasuk Presiden.
Ancaman Aksi Besar-besaran
Jika tuntutan mereka tidak dipenuhi, Gerbang Tani mengancam akan melakukan aksi demonstrasi yang lebih besar. "Jika tidak ada perubahan maka kami akan turun ke jalan menggelar aksi," kata Tri Waluyo. Aksi ini direncanakan akan melibatkan nelayan dari seluruh Indonesia, dengan jumlah peserta diperkirakan mencapai 5.000 hingga 10.000 orang. Mereka berencana untuk berdemonstrasi di depan Istana Negara.
Para nelayan berharap pemerintah dapat memahami kesulitan yang mereka hadapi dan segera melakukan evaluasi terhadap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42 Tahun 2015. Mereka berharap agar regulasi tersebut dapat direvisi agar tidak lagi memberatkan nelayan kecil dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk tetap dapat mencari nafkah.
Poin-poin penting yang disampaikan Gerbang Tani:
- Regulasi VMS memberatkan nelayan kecil.
- Biaya pemasangan dan perawatan VMS sangat tinggi.
- Aturan tersebut berdampak negatif secara ekonomi dan psikologis.
- Gerbang Tani telah menyampaikan keluhan kepada DPR RI.
- Ancaman aksi demonstrasi besar-besaran jika tuntutan tidak dipenuhi.
Gerbang Tani berharap pemerintah segera merespon tuntutan para nelayan dan melakukan perubahan yang signifikan demi kesejahteraan nelayan Indonesia.