Aturan VMS untuk Kapal Nelayan di Bawah 30 GT: Beban Berat bagi Nelayan Kecil?
Gerbang Tani menilai aturan VMS untuk kapal nelayan di bawah 30 GT memberatkan karena biaya perangkat dan pajak yang tinggi, mengancam mata pencaharian nelayan kecil di Muara Angke dan sekitarnya.

Jakarta, 19 Februari 2024 - Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42 tahun 2015 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (VMS) yang akan diberlakukan tahun ini terhadap kapal di bawah 30 GT, menuai protes dari nelayan kecil. Gerakan Bangkit Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) menilai aturan ini sangat memberatkan, khususnya bagi nelayan yang beroperasi di Muara Angke, Jakarta Utara.
Ketua Gerbang Tani DKI Jakarta, Tri Waluyo, mengungkapkan keprihatinannya atas beban tambahan yang harus ditanggung para nelayan. Mereka diharuskan membeli perangkat VMS seharga Rp18 juta per unit, ditambah biaya pajak tahunan sebesar Rp6 juta. Hal ini disampaikannya berdasarkan keluhan yang diterima langsung dari nelayan di Posko Gerbang Tani Muara Angke.
Lebih dari 1.000 nelayan di Muara Angke saja yang terdampak aturan ini, belum lagi nelayan dari Kamal Muara, Kali Baru, dan daerah lainnya. Aturan ini dianggap mencekik karena nelayan kecil sudah menghadapi berbagai tantangan, seperti sulitnya mendapatkan BBM bersubsidi dan cuaca buruk yang seringkali membuat mereka gagal melaut.
Beban VMS: Biaya Tinggi dan Risiko Denda
Tri Waluyo menjelaskan bahwa VMS memang memungkinkan pengawasan posisi kapal nelayan. Namun, sistem ini juga berpotensi memberikan sanksi administratif dan denda jika nelayan berada di luar zona tangkap, bahkan jika hal tersebut disebabkan oleh faktor di luar kendali mereka, seperti mesin mati dan terbawa arus.
"Ini yang memberatkan nelayan," tegas Tri Waluyo. "Jika kapal tidak memasang VMS, mereka tidak boleh melaut dan jika memaksa tetap melaut akan ada sanksi denda." Kondisi ini semakin memperberat nelayan yang penghasilannya tidak menentu, terkadang pulang dengan hasil tangkapan melimpah dan terkadang pulang dengan tangan kosong.
Gerbang Tani, sebagai organisasi sayap Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), berencana memfasilitasi para nelayan untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada wakil rakyat di DPR RI dan Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui fraksi PKB. Mereka berharap pemerintah dapat mengkaji ulang regulasi ini agar tidak semakin membebani nelayan kecil.
Suara Nelayan: Penolakan dan Tuntutan Kajian Ulang
H. Edi, seorang pemilik kapal di bawah 30 GT di Muara Angke, mengungkapkan penolakannya terhadap kebijakan ini. Menurutnya, biaya alat yang mahal dan risiko denda yang tinggi sangat memberatkan, mengingat pendapatan nelayan yang tidak menentu.
Senada dengan H. Edi, tokoh masyarakat Muara Angke, H. Suhaeri, juga menyatakan penolakan. Ia menjelaskan bahwa aturan ini memberatkan nelayan karena mereka harus mengurus izin tangkap di lokasi tertentu dan terancam denda jika keluar zona tangkap, bahkan jika hal tersebut disebabkan oleh kondisi cuaca buruk seperti angin kencang di musim barat.
Mereka meminta agar regulasi ini dikaji ulang dan tidak diberlakukan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa regulasi yang dibuat tidak justru mematikan mata pencaharian nelayan kecil dan menghambat kesejahteraan mereka.
Kesimpulan: Aturan VMS untuk kapal di bawah 30 GT menimbulkan protes dari nelayan kecil karena dianggap memberatkan. Biaya perangkat dan risiko denda yang tinggi mengancam mata pencaharian mereka. Gerbang Tani dan para nelayan berharap pemerintah dapat mengkaji ulang regulasi ini.