Menteri Trenggono: Nelayan Kecil Tak Pernah Protes VMS, Justru Dapat Banyak Bantuan
Menteri Kelautan dan Perikanan membantah adanya protes dari nelayan kecil terkait pemasangan VMS, mengatakan mereka justru menerima banyak bantuan pemerintah dan kebijakan tersebut hanya berlaku bagi kapal di atas 5 GT.

Jakarta, 23 April 2024 - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono, menyatakan bahwa nelayan kecil tradisional tidak pernah memprotes kebijakan pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP). Pernyataan ini disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI yang disiarkan melalui kanal YouTube Komisi IV DPR. Beliau menegaskan bahwa justru nelayan kecil menerima berbagai bantuan dari pemerintah, sehingga tudingan penolakan VMS dinilai tidak berdasar.
Menurut Menteri Trenggono, nelayan kecil umumnya menggunakan kapal berukuran kecil, bekerja secara mandiri tanpa mempekerjakan orang lain, dan mendapatkan berbagai bantuan pemerintah seperti alat tangkap, kapal gratis, serta bahan bakar bersubsidi. Beliau menekankan ketidakberadaan bukti protes langsung maupun data survei yang menunjukkan penolakan dari nelayan tradisional terhadap pemasangan VMS. "Nelayan kecil nggak pernah protes soal VMS. Nggak pernah nelayan kecil itu protes VMS, nggak pernah, nggak ada, tapi kalau mereka diajak mungkin," tegas Menteri Trenggono.
Menteri Trenggono mempertanyakan asal muasal protes terhadap VMS yang ramai terdengar. Beliau menduga protes tersebut berasal dari kelompok pengusaha besar yang menggunakan narasi seolah mewakili nelayan kecil. Beliau juga menjelaskan fungsi VMS, di antaranya untuk melacak posisi kapal saat terjadi kecelakaan dan memantau aktivitas penangkapan ikan agar tidak melanggar batas wilayah.
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai VMS dan Nelayan Kecil
Menteri Trenggono menjelaskan bahwa biaya pemasangan VMS tergolong terjangkau, sekitar Rp5 juta, sehingga seharusnya tidak menjadi kendala bagi pemilik kapal besar atau pelaku usaha perikanan skala besar. Beliau mengajak semua pihak untuk turun langsung ke lapangan dan mendengarkan aspirasi nelayan kecil yang selama ini mendukung program modernisasi alat tangkap. "Nelayan ini sebetulnya, kalau yang namanya nelayan itu... benar-benar nelayan daerah, nelayan tradisional. Mereka menggunakan kapal kecil, tidak mempekerjakan orang. Dan kalau disurvei, semuanya tidak ada yang protes," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho Saksono, memberikan klarifikasi terkait kewajiban pemasangan VMS. Beliau menjelaskan bahwa pemasangan VMS tidak diwajibkan bagi nelayan kecil atau kapal di bawah 5 GT. Hal ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang 45 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Pung Nugroho Saksono juga menanggapi informasi yang beredar mengenai kewajiban pemasangan VMS untuk semua kapal nelayan. Beliau menegaskan bahwa kewajiban tersebut hanya berlaku bagi kapal yang telah berizin pusat, terutama kapal yang beroperasi di wilayah perairan lebih dari 12 mil laut dengan potensi hasil tangkap tinggi. Nelayan kecil yang beroperasi di bawah 12 mil laut dan tidak melakukan migrasi izin ke pusat tidak diwajibkan memasang VMS.
Kesimpulan
Pernyataan Menteri Trenggono dan penjelasan dari Dirjen PSDKP KKP memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kebijakan VMS dan penerapannya bagi nelayan di Indonesia. Kebijakan ini difokuskan pada kapal-kapal perikanan skala besar yang beroperasi di wilayah perairan tertentu, bukan pada nelayan kecil tradisional yang telah menerima berbagai bentuk bantuan dari pemerintah.