Gubernur Jabar: Masalah Pabrik BYD di Subang Bukan Premanisme, Melainkan Calo Tanah
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengklarifikasi permasalahan pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat, yang bukan disebabkan premanisme melainkan praktik percaloan tanah yang mematok harga tinggi.

Pembangunan pabrik mobil listrik BYD di Subang, Jawa Barat, sempat terhambat. Namun, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan klarifikasi mengejutkan. Ia menyatakan bahwa kendala utama bukanlah premanisme, melainkan praktik percaloan tanah yang dilakukan oleh oknum tertentu.
Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa beberapa pihak mengambil keuntungan dari investasi besar BYD dengan memanipulasi harga tanah. "Sebenarnya problem di Subang itu bukan premanisme tapi percaloan tanah. Ada beberapa pihak yang menguasai tanah, ya mungkin sudah di-DP dulu sama orang, kemudian dia menawarkan harga yang sangat tinggi. Ada katanya yang nawarin Rp20 juta per meter, ada Rp10 juta per meter, ada Rp5 juta," ungkap Dedi.
Pernyataan ini membantah isu premanisme yang sebelumnya ramai diperbincangkan. Dedi menegaskan bahwa isu tersebut sudah usang dan kondisi di lapangan kini jauh berbeda. Ia bahkan menilai bahwa keterlibatan organisasi kemasyarakatan (ormas) dalam masalah ini sudah tidak relevan lagi karena telah ditangani.
Klarifikasi Gubernur Dedi Mulyadi Mengenai Isu Premanisme
Dedi Mulyadi menekankan bahwa isu premanisme yang dikaitkan dengan pembangunan pabrik BYD adalah berita lama. "Nggak itu berita lama. Cek saja sekarang sudah sangat aman. Dicek deh, enggak ada lagi itu premanisme sekarang di sana. Yang jualin Aqua aja udah hampir enggak ada sekarang. Itu cerita lama aja. Makanya yang diperlukan oleh kita itu tindakan. Jadi kalau ada problem ambil tindakan, ada problem ambil tindakan," tegasnya.
Menurut Dedi, proses pembangunan pabrik BYD saat ini berjalan dengan baik. Izin akses tol pun sudah dikeluarkan oleh kementerian terkait. Kendala yang tersisa hanya terletak pada pembebasan lahan di beberapa wilayah.
Ia optimistis masalah ini akan segera terselesaikan. "Ya tinggal BYD-nya aja untuk terus mewujudkan tinggal ada beberapa wilayah yang pembebasan tanahnya masih terkendala," tambahnya. Dedi berjanji akan memfasilitasi pertemuan antara pihak perusahaan dan warga untuk mencapai kesepakatan pembebasan lahan. "Hal ini akan segera saya fasilitasi, saya akan pertemukan antara pihak yang melakukan pembebasan tanah atas nama perusahaan dan kemudian warganya, mungkin minggu depan sudah kelar," tuturnya.
Tanggapan Wakil Ketua MPR RI
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, sempat meminta pemerintah untuk segera turun tangan menangani kasus dugaan keterlibatan ormas dalam menghambat pembangunan pabrik BYD. Eddy menyatakan keprihatinannya atas gangguan tersebut dan menekankan pentingnya tindakan tegas dari pemerintah.
"Sempat ada permasalahan terkait premanisme, ormas yang mengganggu pembangunan sarana produksi BYD. Saya kira itu harus tegas. Pemerintah perlu tegas untuk kemudian menangani permasalahan ini," ungkap Eddy melalui akun Instagram pribadinya.
Peran Calo Tanah dalam Investasi Asing
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan kepastian hukum dalam investasi asing di Indonesia. Praktik percaloan tanah seperti yang terjadi di Subang dapat menghambat investasi dan merugikan semua pihak. Ke depan, diperlukan upaya lebih efektif untuk mencegah praktik serupa dan menciptakan iklim investasi yang kondusif.
Ketidakpastian harga tanah akibat praktik calo dapat menimbulkan kerugian bagi investor dan menghambat perkembangan ekonomi. Pemerintah perlu mengambil langkah tegas untuk mengatasi masalah ini dan melindungi investor dari praktik-praktik yang merugikan.
Dengan adanya klarifikasi dari Gubernur Dedi Mulyadi, diharapkan pembangunan pabrik BYD di Subang dapat segera selesai dan berkontribusi positif bagi perekonomian Jawa Barat dan Indonesia.