Hadapi Gejolak Global, Presiden Prabowo Terapkan Tiga Strategi Jitu
Presiden Prabowo Subianto menerapkan tiga strategi untuk menghadapi gejolak global, termasuk tarif impor AS: perluasan mitra dagang, hilirisasi sumber daya alam, dan peningkatan daya beli dalam negeri.

Jakarta, 3 April 2024 (ANTARA) - Presiden Prabowo Subianto telah mengambil tiga langkah strategis untuk menghadapi gejolak ekonomi global, termasuk dampak dari kebijakan tarif impor Amerika Serikat. Hal ini diungkapkan oleh Juru Bicara Presiden, Noudhy Valdryno, pada hari Kamis.
Ketiga langkah tersebut meliputi perluasan kemitraan dagang, percepatan hilirisasi sumber daya alam, dan penguatan ketahanan konsumsi domestik. Menurut Valdryno, langkah-langkah ini membuktikan kemampuan Indonesia untuk tetap tumbuh di tengah gejolak global. Strategi ini, dikombinasikan dengan strategi geopolitik yang tepat, diharapkan dapat menjaga pertumbuhan ekonomi di tengah disrupsi dan gejolak ekonomi global.
PCO merinci ketiga kebijakan tersebut. Pertama, perluasan kemitraan dagang. Sejak minggu pertama menjabat, Presiden Prabowo mengajukan keanggotaan Indonesia dalam BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan), kelompok ekonomi yang menguasai 40 persen perdagangan global. Langkah ini memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan internasional dan mendukung perjanjian perdagangan multilateral, termasuk RCEP.
Perluasan Kemitraan Dagang: BRICS dan Perjanjian Perdagangan Lainnya
Keanggotaan BRICS telah memperkuat perjanjian perdagangan multilateral yang ditandatangani Indonesia, termasuk Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dengan 10 negara ASEAN, Australia, China, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru. Indonesia juga terus berupaya menjadi anggota tetap OECD dan menegosiasikan beberapa perjanjian perdagangan lainnya, seperti CP-TPP, IEU-CEPA, dan I-EAEU CEPA.
Langkah ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk diversifikasi pasar ekspor dan mengurangi ketergantungan pada pasar tunggal. Dengan bergabung dalam berbagai perjanjian perdagangan, Indonesia dapat mengakses pasar yang lebih luas dan meningkatkan daya saing produk ekspornya.
Indonesia juga aktif dalam negosiasi perjanjian perdagangan bilateral dan regional untuk membuka akses pasar baru dan meningkatkan kerja sama ekonomi internasional. Hal ini sejalan dengan upaya Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam perekonomian global.
Hilirisasi Sumber Daya Alam: Peningkatan Nilai Tambah
Kedua, percepatan hilirisasi sumber daya alam. Indonesia kaya akan sumber daya alam, namun selama ini sering mengekspor bahan mentah. Untuk meningkatkan nilai tambah, pemerintah memprioritaskan kebijakan hilirisasi industri. Salah satu strategi untuk mempercepat hilirisasi adalah pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara.
Danantara akan mendanai dan mengelola proyek-proyek hilirisasi di sektor-sektor kunci seperti mineral, batu bara, minyak, gas alam, perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan. Langkah ini akan meningkatkan daya saing ekspor, mengurangi ketergantungan pada investasi asing, menciptakan lapangan kerja baru, dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya alam yang berkelanjutan.
Dengan hilirisasi, Indonesia dapat memproses sumber daya alam menjadi produk jadi yang memiliki nilai jual lebih tinggi, sehingga meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Program ini juga akan menciptakan lapangan kerja baru di sektor industri pengolahan.
Penguatan Daya Beli Masyarakat: Program Padat Karya
Ketiga, penguatan daya beli masyarakat melalui program-program yang langsung berdampak pada kesejahteraan rakyat. Salah satu program unggulan Presiden Prabowo adalah program Makanan Bergizi Gratis, yang menargetkan 82 juta penerima manfaat pada akhir tahun 2025.
Selain itu, pemerintah berencana mendirikan 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih untuk memperkuat ekonomi desa, membuka jutaan lapangan kerja baru, dan mendorong perputaran uang di daerah. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan konsumsi domestik, mengurangi ketergantungan impor, dan memperkuat ekonomi domestik.
Dengan meningkatkan konsumsi rumah tangga yang menyumbang 54 persen dari PDB Indonesia, program ini akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Program-program padat karya ini akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Kesimpulannya, strategi Presiden Prabowo Subianto dalam menghadapi gejolak global menunjukkan komitmen untuk membangun perekonomian Indonesia yang lebih kuat, mandiri, dan berdaya saing.