Harga Cabai di NTB Tembus Rp200.000/kg, Ini Penyebabnya!
Penurunan produksi lokal akibat curah hujan tinggi menjadi penyebab utama harga cabai rawit merah di NTB melambung hingga Rp200.000 per kilogram selama Ramadhan 2025.

Mataram, 4 Maret 2025 - Harga cabai rawit merah di Nusa Tenggara Barat (NTB) melonjak drastis hingga mencapai Rp200.000 per kilogram selama bulan Ramadhan 2025. Lonjakan harga yang signifikan ini mengejutkan masyarakat dan memicu keresahan. Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB telah mengungkap penyebabnya, yaitu penurunan produksi lokal yang signifikan akibat faktor cuaca. Pemerintah daerah pun bergerak cepat untuk melakukan intervensi guna menstabilkan harga.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, Taufieq Hidayat, menjelaskan bahwa curah hujan yang tinggi menyebabkan bunga cabai gagal menjadi buah. "Bunga cabai tidak bisa menjadi buah karena curah hujan tinggi," ungkap Taufieq saat ditemui usai rapat pengendalian inflasi di Kantor Gubernur NTB, Mataram. Kondisi ini berdampak langsung pada jumlah produksi cabai yang tersedia di pasaran.
Perbandingan data produksi menunjukkan penurunan drastis. Pada Januari 2025, luas panen cabai rawit mencapai 2.169 hektare dengan produksi 34.824 kuintal. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan Desember 2024, di mana luas panen mencapai 2.293 hektare dengan produksi 95.777 kuintal. Penurunan produksi sebesar 63,64 persen dalam satu bulan ini memperparah kondisi, terlebih dengan meningkatnya permintaan konsumen selama Ramadhan.
Analisis Penurunan Produksi dan Dampaknya
Penurunan produksi cabai rawit di NTB tidak hanya disebabkan oleh faktor cuaca. Taufieq juga menyinggung indikasi penjualan cabai ke luar daerah yang menyebabkan stok di pasar lokal semakin menipis. "Selain penurunan produksi, ada indikasi cabai dijual keluar daerah yang membuat stok cabai di dalam daerah menjadi terbatas," jelasnya. Ia menambahkan bahwa harga cabai di luar NTB sudah tinggi bahkan sebelum Ramadhan, mencapai lebih dari Rp100.000 per kilogram, sehingga menggiurkan para pedagang untuk mengirim cabai ke luar daerah.
Konsumsi cabai rawit di NTB sendiri relatif rendah, sekitar 200 ton per minggu, atau hanya 1,5 hingga 2 persen dari total produksi. Meskipun konsumsi lokal rendah, penurunan produksi yang drastis tetap berdampak signifikan terhadap harga pasar. Produksi bulan Februari 2025 pun tidak jauh berbeda dengan Januari, sehingga situasi kekurangan pasokan tetap berlanjut.
Data pemantauan harga di beberapa pasar tradisional di Kota Mataram pada 3 Maret 2025 menunjukkan harga cabai rawit lokal bervariasi antara Rp180.000 hingga Rp210.000 per kilogram. Sebagai perbandingan, cabai rawit impor dari Jawa dijual dengan harga Rp165.000 per kilogram, sementara cabai merah besar dan keriting lebih murah, sekitar Rp85.000 per kilogram.
Upaya Pemerintah Menstabilkan Harga
Menanggapi situasi ini, pemerintah daerah NTB melalui Dinas Perdagangan segera melakukan intervensi untuk mencegah kelangkaan dan menstabilkan harga cabai. Kepala Dinas Perdagangan NTB, Baiq Nelly Yuniarti, menyatakan bahwa upaya pasar murah akan dilakukan di beberapa titik dengan kerjasama pemerintah kabupaten dan kota. "Intervensi pemerintah tetap kami upayakan pasar murah di beberapa titik bekerja sama dengan kabupaten dan kota," tegas Nelly.
Langkah-langkah intervensi ini diharapkan dapat meringankan beban masyarakat dan memastikan ketersediaan cabai di pasaran tetap terjaga. Pemerintah juga perlu memperhatikan peningkatan produksi cabai lokal di masa mendatang, termasuk upaya mitigasi terhadap dampak perubahan iklim dan peningkatan kualitas pertanian.
Situasi ini menjadi pelajaran penting bagi pemerintah dan petani untuk meningkatkan ketahanan pangan, khususnya komoditas penting seperti cabai. Diversifikasi tanaman, pengelolaan irigasi yang lebih baik, dan antisipasi terhadap perubahan iklim menjadi kunci untuk mencegah lonjakan harga yang serupa terjadi di masa depan. Selain itu, pengawasan distribusi dan penjualan cabai juga perlu diperketat untuk mencegah praktik-praktik yang merugikan konsumen.