Hilirisasi Baja: Antara Keberlanjutan dan Tantangan Investasi
Peneliti ingatkan pentingnya keberlanjutan dalam hilirisasi baja di Indonesia, di tengah tantangan investasi dan persaingan global.

Jakarta, 25 Maret 2024 - Hilirisasi baja di Indonesia tengah menjadi sorotan. Proses ini, yang bertujuan meningkatkan nilai tambah industri baja domestik, ternyata menyimpan tantangan besar, terutama terkait keberlanjutan dan daya tarik investasi. Peneliti dan pelaku industri memberikan pandangan berbeda mengenai potensi dan risiko yang dihadapi.
Putu Rusta Adijaya, peneliti dari The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII), menekankan perlunya memperhatikan aspek lingkungan sejak tahap awal hilirisasi. Menurutnya, pemerintah harus menerapkan kerangka kebijakan yang transparan dan akuntabel, termasuk pengawasan, evaluasi, dan audit berkala. Hal ini penting untuk menarik investor dan menunjukkan komitmen terhadap hilirisasi baja yang berkelanjutan.
Tantangan investasi menjadi fokus utama. Indonesia bersaing dengan negara-negara Asia Tenggara seperti Thailand dan Vietnam dalam menarik investasi di sektor industri baja. Stabilitas ekonomi dan politik dalam negeri menjadi faktor penentu keberhasilan. "Jika kondisi ekonomi dan politik Indonesia tidak stabil, investor bisa berekspektasi yang terburuk, sehingga tidak jadi investasi ke Indonesia. Hal ini bermuara pada terlambatnya proses hilirisasi," ujar Putu.
Tantangan Global dan Kebijakan Pemerintah
Tingginya tarif ekspor ke Amerika Serikat juga menjadi perhatian serius. Pasar Amerika Serikat menjadi target potensial bagi produk hilirisasi baja Indonesia, sehingga kebijakan tarif ekspor perlu diantisipasi. Pemerintah dan pelaku industri harus mempertimbangkan dampak kebijakan ini terhadap daya saing produk Indonesia di pasar internasional.
Di sisi lain, hilirisasi baja dipandang sebagai langkah strategis untuk memperkuat kemandirian industri nasional dan mengurangi ketergantungan impor. Anggawira, Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batu bara Indonesia (Aspebindo), menyoroti pentingnya hilirisasi baja bagi sektor konstruksi, yang diperkirakan membutuhkan 30-40 persen baja untuk pembangunan perumahan. Program tiga juta rumah yang dicanangkan pemerintah menjadi peluang besar bagi industri baja domestik.
Data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjukkan sektor baja sebagai salah satu subsektor industri prioritas. Kinerja sektor baja sangat gemilang, dengan pertumbuhan tertinggi di antara sektor lain pada semester I tahun 2024, mencapai 18,07 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini didorong oleh tingginya permintaan domestik dan ekspor, dengan peningkatan volume ekspor mencapai 25,2 persen untuk logam dasar besi dan baja, serta 24,29 persen untuk pengecoran logam.
Peran Pemerintah dalam Mendorong Keberlanjutan
Agar hilirisasi baja berjalan beriringan dengan prinsip keberlanjutan, pemerintah perlu mengambil peran yang lebih aktif. Transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan menjadi kunci untuk membangun kepercayaan investor. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong inovasi teknologi yang ramah lingkungan dalam proses produksi baja. Hal ini akan meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar global dan memastikan keberlanjutan lingkungan.
Pemerintah juga perlu memperkuat kerjasama dengan sektor swasta untuk memastikan implementasi hilirisasi baja yang berkelanjutan. Kerjasama ini dapat mencakup pendanaan, transfer teknologi, dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia. Dengan demikian, hilirisasi baja dapat memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi Indonesia tanpa mengorbankan lingkungan.
Kesimpulannya, hilirisasi baja menawarkan potensi besar bagi perekonomian Indonesia. Namun, keberhasilannya bergantung pada komitmen pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang transparan, akuntabel, dan berkelanjutan. Tantangan global dan persaingan investasi perlu diantisipasi dengan strategi yang tepat, sehingga hilirisasi baja dapat memberikan manfaat ekonomi yang optimal dan menjaga kelestarian lingkungan.