Imigrasi Atambua Deportasi 8 WNA Bangladesh yang Langgar Aturan Keimigrasian
Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua deportasi delapan warga negara Bangladesh yang melanggar aturan keimigrasian setelah menjalani hukuman penjara tiga bulan di Lapas Atambua.

Delapan warga negara asing (WNA) asal Bangladesh baru-baru ini dideportasi dari Indonesia. Mereka ditangkap dan dipenjara selama tiga bulan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), karena melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, khususnya Pasal 119. Proses deportasi ini melibatkan koordinasi lintas sektor dan menunjukkan komitmen Indonesia dalam menegakkan aturan keimigrasian di wilayah perbatasan.
Kedelapan WNA tersebut, yang bernama MN (37), IA (32), MAH (29), MSI (28), MRA (28), M (39), AH (39), dan MSM (39), telah menjalani hukuman penjara selama tiga bulan. Setelah masa hukuman selesai pada 20 Maret 2025, mereka langsung dideportasi oleh Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua. Proses deportasi dilakukan dengan pengawalan ketat dari petugas imigrasi, mulai dari Atambua hingga ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta, sebelum akhirnya diterbangkan ke Dhaka, Bangladesh.
Kepala Seksi Inteldakim Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua, Hariyanto, menjelaskan bahwa deportasi ini merupakan hasil kerja sama antar instansi. "Langkah ini merupakan hasil koordinasi lintas sektor yang menunjukkan kemampuan teknis dan manajerial jajaran petugas dalam menangani pengawasan keimigrasian berskala nasional," ungkap Hariyanto dalam keterangan tertulisnya. Proses deportasi berjalan aman dan tertib berkat koordinasi dan profesionalisme petugas imigrasi.
Deportasi sebagai Tindakan Tegas Penegakan Hukum
Deportasi delapan WNA Bangladesh ini menjadi bukti komitmen Indonesia dalam menegakkan hukum dan menjaga kedaulatan negara. Hal ini ditegaskan oleh Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua, Putu Agus Eka Putra, yang menyampaikan apresiasi kepada timnya atas kinerja cepat dan profesional dalam menangani kasus ini. "Tindakan cepat dan profesional yang ditunjukkan tim kami adalah bentuk nyata komitmen dalam menjaga kedaulatan negara. Setiap gerakan di wilayah perbatasan harus presisi, dan petugas kita telah membuktikan itu," tegas Putu Agus.
Putu Agus juga menekankan pentingnya pengawasan ketat di wilayah perbatasan. Keberhasilan deportasi ini memperkuat peran Imigrasi Atambua sebagai garda terdepan dalam menjaga kedaulatan negara di perbatasan Indonesia-Timor Leste. Pengawasan yang ketat dan tindakan tegas terhadap pelanggaran keimigrasian menjadi kunci dalam menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah perbatasan.
Proses deportasi ini melibatkan berbagai pihak, termasuk petugas imigrasi, pihak lapas, dan otoritas terkait lainnya. Koordinasi yang baik antar instansi menjadi faktor kunci keberhasilan operasi ini. Keberhasilan ini juga menunjukkan kesiapan dan kemampuan petugas imigrasi dalam menangani kasus pelanggaran keimigrasian di wilayah perbatasan.
Pelanggaran Keimigrasian dan Sanksi Hukum
Kedelapan WNA Bangladesh tersebut terbukti melanggar Pasal 119 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pasal ini mengatur tentang sanksi bagi orang asing yang melanggar aturan keimigrasian di Indonesia. Sanksi yang diberikan bervariasi, mulai dari deportasi hingga pidana penjara.
Dalam kasus ini, kedelapan WNA dijatuhi hukuman penjara selama tiga bulan dan denda sebesar Rp1. Setelah menjalani hukuman, mereka langsung dideportasi ke negara asal mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak segan-segan menindak tegas setiap pelanggaran keimigrasian, terlepas dari kewarganegaraan pelanggar.
Kasus ini juga menjadi peringatan bagi WNA yang ingin memasuki atau tinggal di Indonesia untuk selalu mematuhi peraturan keimigrasian yang berlaku. Pelanggaran terhadap aturan tersebut akan berakibat fatal, termasuk deportasi dan hukuman penjara.
Pentingnya Kerja Sama Lintas Sektor
Keberhasilan deportasi delapan WNA Bangladesh ini tidak lepas dari kerja sama yang baik antar instansi terkait. Koordinasi yang efektif antara Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua, Lapas Atambua, dan pihak berwenang lainnya menjadi kunci keberhasilan operasi ini. Kerja sama lintas sektor ini menunjukkan pentingnya sinergi antar instansi dalam menegakkan hukum dan menjaga keamanan negara.
Ke depan, kerja sama lintas sektor ini diharapkan dapat terus ditingkatkan untuk mencegah dan menindak tegas setiap pelanggaran keimigrasian di wilayah perbatasan. Pengawasan yang ketat dan tindakan tegas merupakan langkah penting dalam menjaga kedaulatan negara dan keamanan nasional.
Deportasi ini menegaskan komitmen Indonesia dalam menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah perbatasan. Hal ini juga menjadi bukti bahwa Indonesia tidak akan mentolerir pelanggaran hukum, termasuk pelanggaran keimigrasian, dan akan menindak tegas setiap pelakunya.
Proses deportasi yang berjalan lancar dan tertib menunjukkan profesionalisme petugas imigrasi dalam menjalankan tugasnya. Keberhasilan ini juga menjadi contoh bagi instansi lain dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan profesional.