Inflasi Indonesia Terkendali di 1,03 Persen, Mendagri Minta Waspadai Dampak ke Petani dan Nelayan
Mendagri Tito Karnavian mengumumkan inflasi Indonesia year-on-year (YoY) Maret 2025 terkendali di angka 1,03 persen, namun mengingatkan potensi dampak pada produsen, terutama petani dan nelayan.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengumumkan kabar positif terkait inflasi Indonesia. Pada rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah tahun 2025, Tito menyampaikan bahwa inflasi year-on-year (YoY) per Maret 2025 tercatat sebesar 1,03 persen. Angka ini diperoleh berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), yang membandingkan Maret 2025 dengan Maret 2024. Sementara itu, inflasi month-to-month (MoM) pada Maret 2025 dibandingkan Februari 2025 mencapai 1,65 persen. Rapat koordinasi tersebut diselenggarakan secara hybrid di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, pada Senin.
Tito menjelaskan bahwa angka inflasi tersebut masih berada dalam batas terkendali. "Ini masih situasi yang terkendali, karena target kita nasional, Indonesia, itu adalah 2,5 persen, plus minus 1 persen. Artinya, range antara 1,5 persen sampai 3,5 persen. [Inflasi] 1,03 persen masih oke, menyenangkan konsumen," ujar Tito dalam keterangannya di Jakarta, Senin. Pernyataan ini menunjukkan optimisme pemerintah terhadap kondisi ekonomi makro saat ini.
Meskipun inflasi terkendali secara nasional, Tito mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap dampaknya terhadap produsen, khususnya petani dan nelayan. Ia menyoroti adanya panen berlebih (oversupply) pada komoditas beras dan jagung. Pemerintah, melalui Bulog, telah menetapkan kebijakan pembelian gabah kering seharga Rp6.500 per kilogram dan jagung Rp5.500 per kilogram sebagai upaya untuk menstabilkan harga dan melindungi petani.
Inflasi Indonesia di Tingkat Global dan Regional
Secara global, inflasi tahunan Indonesia per Maret 2025 menempati peringkat ke-34 dari 186 negara, termasuk dalam kategori rendah. Di antara negara G20, Indonesia berada di posisi ke-5 dari 24 negara, dan di tingkat ASEAN, Indonesia berada di peringkat ke-5 dari 11 negara. Namun, Tito juga menyoroti disparitas inflasi di tingkat regional. Beberapa daerah mencatat angka inflasi yang lebih tinggi, seperti Papua Pegunungan (8,05 persen), Papua Tengah (3,70 persen), dan Maluku (3,54 persen).
Inflasi tinggi di beberapa daerah ini menjadi perhatian khusus. Tito menjelaskan bahwa inflasi di atas 3,5 persen perlu diwaspadai karena dapat memberatkan konsumen. "Kalau 3,5 [persen] angka yang [bisa] ditoleransi, lebih dari itu hati-hati. Masyarakat sudah mulai kesulitan," tegasnya. Kondisi di Papua Pegunungan, misalnya, menjadi fokus perhatian mengingat Gubernur John Tabo baru saja dilantik. Mendagri menginstruksikan koordinasi dengan Wakil Menteri Dalam Negeri dan Direktur Jenderal Otonomi Daerah untuk mengatasi permasalahan ini.
Perbedaan angka inflasi antara tingkat nasional dan regional ini menunjukkan pentingnya strategi yang terdiferensiasi dalam pengendalian inflasi. Pemerintah perlu memperhatikan kondisi spesifik di setiap daerah untuk memastikan kebijakan yang tepat sasaran dan efektif.
Langkah Pemerintah Mengendalikan Inflasi
Pemerintah melalui Bulog berupaya menjaga stabilitas harga dengan menetapkan harga pembelian gabah kering dan jagung. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi petani dan mencegah penurunan harga yang signifikan akibat panen berlebih. Konsistensi dalam pelaksanaan kebijakan ini menjadi kunci keberhasilannya. Selain itu, rapat koordinasi yang melibatkan berbagai kementerian dan lembaga menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengendalikan inflasi secara terpadu.
Kehadiran Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti, dan perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kantor Staf Presiden, dan Badan Pangan Nasional dalam Rakor ini menunjukkan sinergi antar lembaga dalam upaya pengendalian inflasi. Kerjasama antar lembaga ini penting untuk memastikan efektivitas kebijakan dan pencapaian target inflasi nasional.
Kesimpulannya, meskipun inflasi nasional terkendali, pemerintah tetap waspada terhadap potensi dampaknya, terutama di tingkat regional. Langkah-langkah strategis dan koordinasi antar lembaga menjadi kunci dalam menjaga stabilitas harga dan kesejahteraan masyarakat.