Integritas Pemilu Terancam: Ahli Soroti Calon Tak Memenuhi Syarat di Pilkada Gorontalo Utara
Pakar kepemiluan UI, Titi Anggraini, menilai meloloskan calon kepala daerah yang tak memenuhi syarat di Pilkada Gorontalo Utara 2024 sebagai cermin runtuhnya integritas pemilu dan meminta pemilu diulang.
![Integritas Pemilu Terancam: Ahli Soroti Calon Tak Memenuhi Syarat di Pilkada Gorontalo Utara](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/11/191707.959-integritas-pemilu-terancam-ahli-soroti-calon-tak-memenuhi-syarat-di-pilkada-gorontalo-utara-1.jpg)
Jakarta, 11 Februari 2024 - Sengketa Pilkada Gorontalo Utara 2024 memasuki babak baru. Pakar kepemiluan Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, memberikan kesaksiannya sebagai ahli dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Titi dengan tegas menyatakan bahwa meloloskan calon yang tidak memenuhi syarat merupakan indikasi runtuhnya integritas pemilu.
Integritas Pemilu Terancam Runtuh
Dalam sidang yang digelar Selasa lalu, Titi Anggraini menekankan, "Membiarkan calon yang tidak memenuhi syarat mengikuti pemilihan merupakan cerminan dari runtuhnya bangunan integritas pemilu secara menyeluruh, baik integritas penyelenggara, proses, maupun hasil." Pernyataan ini menyoroti permasalahan serius yang menggerogoti sendi-sendi demokrasi Indonesia.
Menurut Titi, kegagalan instrumen pemilu dalam menjaga konstitusionalitas kontestasi telah menimbulkan keraguan terhadap asas pemilu yang bebas dan adil. Hal ini berdampak pada kredibilitas dan integritas penyelenggara pemilu itu sendiri. "Artinya, pemilu yang murni telah runtuh dan gagal terselenggara sejak awal," tegasnya.
Kasus Pilkada Gorontalo Utara: Terpidana dan Ijazah Palsu
Titi dihadirkan sebagai ahli oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo Utara nomor urut 2, Thariq Modanggu dan Nurjana Hasan Yusuf. Pasangan ini mempersoalkan dua rival mereka. Pertama, Calon Bupati nomor urut 3, Ridwan Yasin, yang berstatus terpidana. Kedua, Calon Bupati nomor urut 1, Roni Imran, yang diduga tidak memiliki ijazah SMA.
Titi menjelaskan, seseorang yang berstatus terpidana hanya dapat menjadi calon kepala daerah jika terpidana atas tindak pidana kealpaan atau tindak pidana politik. Bahkan bagi terpidana dengan pidana percobaan, status terpidana tetap berlaku hingga masa percobaan berakhir, meskipun tidak menjalani hukuman di penjara.
Lebih lanjut, Titi menjelaskan tentang syarat masa tunggu lima tahun bagi mantan terpidana yang dipidana lima tahun atau lebih. Mereka harus jujur dan terbuka mengakui statusnya. Sementara mantan terpidana dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun tidak diwajibkan masa tunggu, tetapi tetap harus terbuka mengenai latar belakangnya.
Putusan MK dan Konsekuensinya
Titi mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi selalu bersikap tegas terhadap pelanggaran persyaratan pencalonan. Merujuk putusan MK sebelumnya, pelanggaran ini bisa menjadi dasar pembatalan hasil pemilihan. Oleh karena itu, Titi merekomendasikan Pilkada Gorontalo Utara 2024 diulang dengan hanya menyertakan calon yang memenuhi syarat. Hal ini penting untuk menghormati suara rakyat dan menjaga kemurnian pemilu serta kedaulatan rakyat.
Thariq-Nurjana mendalilkan Ridwan Yasin telah dijatuhi hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung pada 25 April 2024. Sementara itu, Roni Imran diduga tidak memenuhi syarat pendidikan minimal SMA, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Kesimpulan: Menjaga Integritas Pemilu
Kasus Pilkada Gorontalo Utara ini menjadi sorotan penting. Tindakan meloloskan calon yang tidak memenuhi syarat tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Pernyataan ahli Titi Anggraini menggarisbawahi perlunya pengawasan ketat dan penegakan hukum yang tegas dalam penyelenggaraan pemilu untuk memastikan integritas dan keadilan bagi seluruh peserta dan pemilih.
Ke depan, perlu adanya upaya untuk memperkuat sistem verifikasi calon dan meningkatkan transparansi proses pencalonan agar kejadian serupa tidak terulang. Integritas pemilu merupakan pilar demokrasi yang harus dijaga dan dipertahankan.