MK Pertanyakan Dalil Syarat Pendaftaran Pilkada yang Muncul Usai Rekapitulasi Ulang
Mahkamah Konstitusi (MK) mempertanyakan munculnya dalil baru terkait syarat pendaftaran calon kepala daerah dalam dua sengketa Pilkada 2024 di Puncak Jaya dan Siak, yang baru muncul setelah rekapitulasi dan pemungutan suara ulang.

Mahkamah Konstitusi (MK) menyoroti munculnya dalil-dalil baru terkait syarat pendaftaran calon kepala daerah dalam sengketa Pilkada 2024. Dalil-dalil ini muncul setelah proses rekapitulasi dan pemungutan suara ulang (PSU) dilaksanakan, menimbulkan pertanyaan dari para hakim MK. Sidang perkara ini melibatkan Pilkada Kabupaten Puncak Jaya (Nomor 311/PHPU.BUP-XXII/2024) dan Pilkada Kabupaten Siak (Nomor 312/PHPU.BUP-XXIII/2025).
Dalam sidang Perkara Nomor 311 di Jakarta, Jumat, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mempertanyakan mengapa dalil ketidakpenuhan syarat calon wakil bupati Puncak Jaya, Mus Kogoya, baru muncul setelah PSU. Mus Kogoya, yang memperoleh suara terbanyak, didalilkan masih berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif hingga Januari 2025. Hakim Enny menanyakan kepada kuasa hukum pemohon, "Kalau soal syarat, yang saudara persoalkan itu kok bisa baru muncul persoalannya sekarang, itu sebenarnya pada saat-saat yang kemarin, apakah memang sudah saudara sampaikan persoalan itu?"
Pertanyaan serupa juga dilontarkan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang Perkara Nomor 312. Ia mempertanyakan mengapa pemohon, calon wakil bupati Siak Sugianto, baru mengajukan dalil bahwa calon bupati Alfedri telah menjabat dua periode setelah PSU dilaksanakan. Suhartoyo bertanya, "Mengapa ketika putusan KPU yang pertama tidak mengajukan gugatan?" Kuasa hukum Sugianto menjawab bahwa hal tersebut dikarenakan sudah ada pihak lain yang mengajukan gugatan untuk PSU. Kedua kasus ini menunjukan kecenderungan munculnya dalil baru setelah proses PSU selesai.
Sidang Pilkada Puncak Jaya: Pertanyaan Mengenai Status ASN Mus Kogoya
Perkara Nomor 311 diajukan oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati Puncak Jaya nomor urut 2, Miren Kogoya dan Mendi Wonerengga. Mereka mendalilkan bahwa Mus Kogoya, pasangan calon nomor urut 1, harus didiskualifikasi karena masih berstatus ASN aktif. Kuasa hukum pemohon, M. Imam Nasef, menyatakan, "Mus Kogoya masih menerima gaji dan tunjangan sebagai ASN hingga Januari 2025. Bahkan, dalam data BKN disebutkan bahwa pemberhentiannya dilakukan tanpa hak pensiun dan baru efektif per 25 Januari 2025. Ini jelas melanggar ketentuan."
Hakim Enny Nurbaningsih meminta bukti-bukti yang mendukung dalil tersebut dan mempertanyakan mengapa bukti-bukti tersebut baru muncul sekarang. Ia juga meminta KPU Kabupaten Puncak Jaya, Mus Kogoya, dan Bawaslu untuk memberikan keterangan lebih lanjut dalam persidangan berikutnya. Rekapitulasi PSU Pilkada Puncak Jaya sendiri dilakukan berdasarkan Putusan MK Nomor 305/PHPU.BUP-XXIII/2025, yang mengabulkan sebagian permohonan Mus Kogoya dan pasangannya, Yuni Wonda.
Pilkada Puncak Jaya hanya diikuti dua pasangan calon. Putusan MK sebelumnya telah menyatakan dalil Yuni-Mus terkait sabotase logistik pilkada beralasan menurut hukum untuk sebagian.
Sidang Pilkada Siak: Masa Jabatan Alfedri sebagai Bupati
Dalam sidang Perkara Nomor 312, MK juga menyoroti dalil yang diajukan oleh calon wakil bupati Siak, Sugianto. Sugianto mendalilkan bahwa calon bupati Alfedri, yang memenangkan PSU, telah menjabat sebagai bupati selama dua periode. Ketua MK, Suhartoyo, mempertanyakan mengapa dalil ini baru muncul setelah PSU dilakukan.
Kuasa hukum Sugianto, Justinus Tampubolon, tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan waktu pengajuan dalil-dalil dalam proses penyelesaian sengketa Pilkada. Pilkada Kabupaten Siak diikuti tiga pasangan calon. Alfedri-Husni Merza sebelumnya menjadi satu-satunya penggugat hasil pemungutan suara serentak tanggal 27 November 2024. Putusan MK Nomor 73/PHPU.BUP-XXIII/2025 mengabulkan sebagian permohonan dan memerintahkan PSU.
Kedua kasus ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi munculnya dalil-dalil baru setelah proses pemungutan suara, yang dapat menghambat proses penetapan hasil Pilkada dan menimbulkan ketidakpastian hukum. MK menekankan pentingnya transparansi dan kejelasan dalam proses penyelesaian sengketa Pilkada.
Kesimpulan: Sidang-sidang di MK ini menyoroti pentingnya transparansi dan pengajuan dalil yang tepat waktu dalam proses penyelesaian sengketa Pilkada. Munculnya dalil-dalil baru setelah rekapitulasi dan PSU menimbulkan pertanyaan mengenai strategi hukum dan potensi manipulasi proses.