Saksi Ahli Desak MK Rekomendasikan PSU Pilkada Jeneponto 2024
Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Pilkada Jeneponto di MK menghadirkan saksi ahli yang merekomendasikan PSU di 13 TPS karena KPU dinilai abai terhadap rekomendasi Bawaslu.

Sidang sengketa Pilkada Jeneponto di Mahkamah Konstitusi (MK) menyoroti dugaan pelanggaran Pemilihan Suara Ulang (PSU) di 13 Tempat Pemungutan Suara (TPS). Pasangan calon bupati dan wakil bupati Jeneponto, Muhammad Sarif-Moch Noer Alim Qalby (Sarif-Qalby), menghadirkan Prof. Aswanto, Guru Besar Fakultas Hukum Unhas, sebagai saksi ahli. Sidang yang digelar Kamis lalu di Jakarta dan disiarkan melalui kanal Youtube MK, membahas rekomendasi Bawaslu Jeneponto yang tak diindahkan KPU setempat.
Rekomendasi Bawaslu dan Kewajiban PSU
Prof. Aswanto menekankan pentingnya menjaga kemurnian suara dalam Pilkada. Menurutnya, rekomendasi Bawaslu untuk PSU merupakan tindakan korektif atas dugaan pelanggaran pemungutan suara. "Rekomendasi Bawaslu (PSU) merupakan tindakan korektif terhadap dugaan pelanggaran atau kesalahan dalam pemungutan suara di TPS. Sebab, salah satu yang sangat penting dalam pilkada adalah menjaga kemurnian suara. Itulah, sebabnya jika ada kesalahan harus dikoreksi," jelasnya.
Perkara nomor 232/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini berfokus pada keengganan KPU Jeneponto melaksanakan rekomendasi Bawaslu untuk PSU di 13 TPS. Hanya dua TPS yang akhirnya menggelar PSU, meskipun Bawaslu telah menemukan dugaan pelanggaran Pilkada pada 27 November 2024.
Saksi ahli menilai, kegagalan KPU Jeneponto menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu berpotensi memicu pelanggaran berulang di masa mendatang. Ia juga mengkritik argumentasi KPU yang menyebut silang pendapat antar komisioner sebagai alasan ketidakpatuhan terhadap regulasi yang sudah jelas.
Pemahaman Regulasi dan Konsekuensi Hukum
Prof. Aswanto menegaskan bahwa silang pendapat di internal KPU seharusnya tidak terjadi jika penyelenggara memahami regulasi Pilkada. Semua tahapan dan proses Pilkada, menurutnya, telah diatur secara jelas dalam norma hukum. KPU Jeneponto dinilai keliru karena mengabaikan rekomendasi Bawaslu, yang telah melakukan kajian dan menemukan adanya pelanggaran.
Ia mencontohkan Pilkada Makassar, di mana temuan pelanggaran di satu TPS langsung ditindaklanjuti dengan PSU berdasarkan rekomendasi Bawaslu Makassar. "Kenapa ditindak lanjuti? karena itu amanat undang-undang. Di dalam pasal 144 Undang-undang Pemilihan nomor 10 tahun 2016 jelas di situ sudah ditegaskan rekomendasi Bawaslu wajib ditindak lanjuti," tegasnya.
Prof. Aswanto memahami kendala yang dihadapi KPU Jeneponto, namun ia menekankan bahwa ketidakpahaman regulasi bukanlah alasan yang sah untuk mengabaikan rekomendasi Bawaslu. Ia menyoroti beberapa KPU daerah lain yang menghadapi masalah serupa dan akhirnya berurusan dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Kesimpulan dan Harapan
Kesimpulannya, sidang PHP Pilkada Jeneponto di MK ini menyoroti pentingnya kepatuhan penyelenggara pemilu terhadap regulasi dan rekomendasi Bawaslu. Keengganan KPU Jeneponto melaksanakan PSU di 13 TPS menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas dan pemahaman regulasi penyelenggara pemilu. Saksi ahli mendesak MK untuk merekomendasikan PSU agar kemurnian suara dalam Pilkada Jeneponto terjaga.
Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya peningkatan kapasitas dan pemahaman regulasi bagi penyelenggara pemilu di seluruh Indonesia untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang. Harapannya, MK akan memberikan putusan yang adil dan memastikan proses Pilkada berjalan sesuai aturan yang berlaku.