Dugaan TSM: Hasil Pilkada Banjarbaru Kembali Digugat ke MK
Hasil Pilkada Banjarbaru 2024 kembali disengketakan di MK, dengan dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) oleh pasangan pemenang, Erna Lisa Halaby dan Wartono.

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menyidangkan sengketa hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Dua perkara, bernomor 318 dan 319, diajukan terkait dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dilakukan oleh pasangan calon tunggal pemenang Pemungutan Suara Ulang (PSU), Erna Lisa Halaby dan Wartono. Perkara ini diajukan oleh Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) dan seorang pemilih bernama Udiansyah. Sidang berlangsung di Jakarta pada Kamis.
Dugaan pelanggaran TSM meliputi praktik "duitokrasi", politik uang yang merata di semua wilayah PSU, ketidaknetralan aparatur negara, intimidasi terhadap pemohon, dan ketidakprofesionalan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam penyelenggaraan PSU. Kuasa hukum pemohon, Muhamad Pazri dan Denny Indrayana, memaparkan bukti-bukti yang mereka miliki di hadapan majelis hakim.
Pazri menuturkan, pencalonan Lisa diduga kuat mendapat dukungan dari pengusaha Kalimantan Selatan melalui Tim Dozer, yang mengerahkan ribuan relawan. Namun, kemenangan Lisa-Wartono diduga diwarnai praktik politik uang yang meluas. "Berbagai keterangan dan informasi dari pemilih yang menyampaikan politik uang untuk memilih Paslon Nomor 1 merambah dan tidak terkendali," ujar Pazri.
Dugaan Politik Uang dan Intimidasi
Denny Indrayana menambahkan, politik uang dilakukan dalam dua fase: fase pertama dengan pembagian uang Rp100.000 dan fase kedua Rp200.000, yang diduga dilakukan di seluruh kecamatan. Ia mengungkapkan bahwa laporan mereka ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak ditindaklanjuti dengan alasan bukan pelanggaran pemilihan. Ketua RT bahkan diduga terlibat, direkrut Tim Dozer, dan diberi uang untuk mendukung Lisa-Wartono. Uang tersebut bahkan diduga disalurkan melalui istri ketua RT.
Selain itu, Denny menyebut adanya intimidasi terhadap pemohon, khususnya Syarifah Hayana, Ketua LPRI Kalsel. Syarifah disebut diminta mencabut gugatan, dipanggil oleh Bawaslu Banjarbaru, Polres Banjarbaru, dan KPU Provinsi Kalsel, hingga ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.
Denny juga mengkritik KPU Banjarbaru atas ketidakprofesionalannya dalam menyelenggarakan PSU. Ia menyoroti kurangnya sosialisasi, ketidakmerataan pembagian undangan pemilih, dan hanya satu baliho PSU yang terpampang di Banjarbaru. Hal ini dinilai mempersulit pemilih dalam memahami mekanisme PSU dengan calon tunggal dan kolom kosong.
Perbedaan DPT dan Permintaan Pemohon
Denny juga menyoroti perbedaan Daftar Pemilih Tetap (DPT) antara Pilkada 27 November 2024 dan PSU 19 April 2025, yang bertentangan dengan putusan MK sebelumnya yang memerintahkan PSU tanpa mengubah DPT. Perbedaan ini menjadi salah satu poin penting dalam gugatan.
Pemohon meminta MK membatalkan hasil PSU Pilkada Kota Banjarbaru, mendiskualifikasi pasangan Lisa-Wartono, dan memerintahkan KPU RI untuk mengambil alih dan menyelenggarakan pilkada ulang Kota Banjarbaru. Mereka berharap MK mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan dan mengambil keputusan yang adil dan sesuai dengan hukum.
Latar Belakang Pilkada Banjarbaru 2024
Pilkada Banjarbaru 2024 awalnya diikuti dua pasangan calon. Namun, pasangan Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah didiskualifikasi satu bulan sebelum pemungutan suara. Meskipun demikian, nama dan gambar mereka tetap tercantum dalam surat suara. MK kemudian membatalkan hasil Pilkada karena tidak sesuai dengan UUD 1945 dan memerintahkan PSU dengan metode kotak kosong.
Dalam PSU, pasangan Lisa-Wartono menang dengan 56.043 suara (52,15 persen), unggul atas kolom kosong yang memperoleh 51.415 suara (47,85 persen). Gugatan ini mempertanyakan keabsahan kemenangan tersebut di tengah dugaan pelanggaran TSM yang massif.
Proses persidangan di MK masih berlangsung, dan keputusan akhir masih dinantikan. Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan ketat dalam penyelenggaraan Pilkada dan penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran pemilu.