IPHI Tolak Pembubaran BPKH, Usul Revisi UU Pengelolaan Keuangan Haji
Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) menolak wacana pembubaran BPKH dan mengusulkan revisi UU No. 34 Tahun 2014 untuk meningkatkan transparansi dan pengelolaan dana haji yang lebih berpihak pada jamaah.

Jakarta, 9 September 2023 - Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) dengan tegas menolak wacana pembubaran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Organisasi ini justru mengusulkan amandemen Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji untuk meningkatkan pengelolaan dana haji yang lebih transparan dan akuntabel. Wacana pembubaran ini muncul di tengah diskusi publik mengenai pengelolaan dana haji, menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk IPHI.
Wakil Ketua Umum IPHI, Mohamad Anshori, menekankan bahwa BPKH merupakan hasil perjuangan panjang umat Islam Indonesia, bukan sekadar kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, eksistensi BPKH harus dipertahankan untuk menjaga independensi dan akuntabilitas pengelolaan dana haji yang sangat penting bagi jutaan jamaah haji Indonesia. Anshori menyatakan, "Dana haji ini milik umat, bukan milik negara. Jangan ada upaya untuk menariknya kembali ke kendali pemerintah. Pengelolaannya harus tetap berada di tangan lembaga independen yang transparan dan profesional."
IPHI, sebagai salah satu pencetus dan pendiri BPKH, siap berada di garis depan untuk mempertahankan keberadaan lembaga ini. Anshori mengingatkan bahwa sebelum berdirinya BPKH, pengelolaan dana haji rawan penyalahgunaan. Pembubaran BPKH, menurutnya, bukan solusi, melainkan langkah mundur yang akan merusak kepercayaan jamaah terhadap pengelolaan dana haji mereka.
Revisi UU No. 34 Tahun 2014: Usulan Strategis IPHI
Selain menolak pembubaran, IPHI juga mendesak revisi UU No. 34 Tahun 2014. Revisi ini bertujuan untuk meningkatkan tata kelola keuangan haji yang lebih transparan, profesional, dan berpihak kepada jamaah. IPHI mengajukan beberapa usulan strategis, di antaranya:
- Penyelarasan Peran BPKH dan Badan Pelaksana Haji (BPH): Revisi UU diharapkan dapat menyelaraskan peran BPKH dan BPH agar tidak terjadi tumpang tindih dalam regulasi dan penyelenggaraan haji.
- Pembentukan Komite Tetap Haji: Pembentukan komite ini bertujuan untuk meningkatkan koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait, sehingga kebijakan fiskal dan efisiensi biaya haji dapat dioptimalkan. Usulan lain termasuk menjadikan Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank Haji dan Umrah untuk integrasi sistem keuangan haji dengan perbankan syariah serta penyediaan modal tambahan bagi BPKH untuk investasi berkelanjutan.
- Penguatan Manajemen Risiko Keuangan: IPHI mengusulkan penguatan manajemen risiko, termasuk penerapan cadangan risiko (Risk Reserve) dan strategi lindung nilai (Hedging) untuk mengantisipasi fluktuasi ekonomi global.
- Strategi Rekapitalisasi dan Restrukturisasi Investasi: Strategi ini bertujuan untuk mencegah kerugian dan menjaga stabilitas dana haji.
- Pengaturan Kuota Haji yang Lebih Seimbang: Peningkatan jumlah jamaah harus selaras dengan kapasitas finansial BPKH.
- Keberlanjutan Subsidi Haji dan Efisiensi Dana: Penerapan kontrak jangka panjang (multi-year contract) untuk biaya pemondokan, transportasi, dan konsumsi jamaah perlu dipertimbangkan. Selain itu, fleksibilitas layanan haji, seperti opsi upgrade haji reguler ke haji khusus dan pelunasan biaya haji secara angsuran, serta integrasi layanan digital, juga diusulkan.
Anshori menegaskan, "UU ini harus direvisi agar BPKH tidak hanya bertahan, tetapi semakin kuat dan profesional. Jika ada kekurangan, kita perbaiki, bukan malah membubarkannya."
Dengan usulan-usulan strategis ini, IPHI berharap pengelolaan dana haji dapat semakin transparan, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan jamaah. Revisi UU No. 34 Tahun 2014 diharapkan dapat menjawab tantangan dan memastikan keberlanjutan pengelolaan dana haji untuk masa depan.