Jaksa Agung Tentukan Tuntutan Kasus Pelecehan Seksual IWAS
Jaksa penuntut umum masih menunggu arahan Kejaksaan Agung terkait tuntutan kasus pelecehan seksual yang dilakukan IWAS alias Agus, seorang penyandang disabilitas, di Mataram.

Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh IWAS alias Agus, seorang penyandang disabilitas, di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) memasuki babak baru. Jaksa penuntut umum (JPU) masih menunggu arahan dari Kejaksaan Agung terkait tuntutan yang akan diajukan. Sidang lanjutan telah digelar pada Senin, 24 Maret 2024, dengan agenda pemeriksaan terdakwa.
Perkara ini menarik perhatian publik karena melibatkan seorang penyandang disabilitas sebagai terdakwa. Proses penentuan tuntutan pun membutuhkan pertimbangan matang dari Kejaksaan Agung. "Kami masih menunggu dari Kejaksaan Agung, karena ini sifatnya menarik perhatian," ungkap Dina Kurinawati, perwakilan tim JPU.
Meskipun ancaman hukuman maksimal mencapai 16 tahun penjara, JPU memastikan akan merujuk pada dakwaan dan fakta persidangan dalam menentukan tuntutan. Namun, arahan dari Kejaksaan Agung tetap menjadi penentu akhir sebelum tuntutan resmi disampaikan kepada majelis hakim.
Pemeriksaan Terdakwa dan Pengakuan yang Bertentangan
Dalam sidang lanjutan, terdakwa IWAS alias Agus menjalani pemeriksaan. Ia membantah semua tuduhan yang dilayangkan kepadanya. "Tadi IWAS memang tidak di sumpah, sah-sah saja dia membantah dan tidak mengaku perbuatannya. Dia tetap membela diri dan tidak mengakui perbuatannya, walaupun beberapa hal itu dia bohong," jelas Dina Kurinawati.
Salah satu poin penting yang dibantah Agus adalah aktivitasnya di tempat penginapan. Ia menolak mengakui pernah membawa korban ke lokasi tersebut. Lebih lanjut, Agus juga mengaku tidak mengenal korban, hanya mengenal satu orang yang melaporkan kejadian tersebut.
Meskipun demikian, JPU tetap berpegang teguh pada keyakinan dakwaan. "Atas keterangan Agus dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum hingga akhir persidangan menyatakan tetap pada keyakinan dakwaan," tegas Dina.
Sidang akan dilanjutkan pada 14 April mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi a de charge dari penasihat hukum. Penasihat hukum terdakwa, Dony, menyatakan akan menghadirkan tiga orang saksi, dua di antaranya adalah saksi ahli untuk meringankan tuntutan terhadap kliennya.
Tuntutan dan Masa Depan Kasus
JPU menyatakan bahwa ancaman hukuman untuk IWAS adalah di atas lima tahun penjara, mengingat ancaman hukuman maksimal berdasarkan pasal yang diterapkan adalah 16 tahun. Namun, proses penentuan besaran hukuman masih menunggu arahan dari Kejaksaan Agung. Keputusan Kejaksaan Agung akan sangat menentukan masa depan kasus ini.
Proses hukum ini menyoroti pentingnya penanganan kasus pelecehan seksual yang melibatkan penyandang disabilitas. Pertimbangan khusus perlu diberikan dalam menentukan tuntutan dan memastikan keadilan ditegakkan bagi semua pihak yang terlibat. Publik menantikan arahan Kejaksaan Agung dan putusan pengadilan selanjutnya.
Sidang selanjutnya akan menentukan arah kasus ini. Kesaksian dan bukti-bukti yang diajukan akan menjadi pertimbangan utama bagi majelis hakim dalam mengambil keputusan. Proses hukum ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan memberikan pembelajaran bagi masyarakat tentang pentingnya perlindungan terhadap korban pelecehan seksual.