Jantung Kehidupan Papua: Upaya Pelestarian Cagar Alam Cycloop
Cagar Alam Cycloop di Papua, paru-paru kehidupan yang kaya flora-fauna endemik, membutuhkan komitmen bersama pemerintah, masyarakat adat, dan berbagai pihak untuk mencegah perambahan dan memastikan kelestariannya.

Pegunungan Cycloop di Papua, membentang sepanjang 78 kilometer dari Kampung Maribu hingga Pasir Enam, merupakan kawasan vital yang secara administratif berada di wilayah Kota dan Kabupaten Jayapura. Kawasan seluas 31.479,89 hektare ini, juga dikenal sebagai Pegunungan Dobonsolo atau Dafonsoro, berperan sebagai jantung kehidupan bagi masyarakat sekitar dan menyimpan keanekaragaman hayati yang luar biasa. Puncak tertinggi mencapai 1.970 meter di atas permukaan laut, menjadikannya rumah bagi berbagai flora dan fauna endemik Papua yang terancam punah.
Kawasan ini berfungsi sebagai cagar alam, melindungi berbagai jenis anggrek seperti anggrek hitam dan anggrek jamrud, serta satwa endemik seperti burung cenderawasih, kasuari, kuskus, dan kanguru pohon. Oleh karena itu, pelestarian Pegunungan Cycloop membutuhkan komitmen dan kolaborasi dari pemerintah, masyarakat adat, LSM, akademisi, dan berbagai pihak terkait. "Keberhasilan upaya pelestarian Pegunungan Cycloop sangat bergantung pada komitmen dan kerja sama yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan," tegas Plt. Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, Aristoteles Ap.
Ancaman terhadap kelestarian Cycloop datang dari perambahan hutan yang masih terjadi hingga saat ini. Hasil penelitian Fakultas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan Ottow Geisler menunjukkan indikasi pencemaran air, yang menandakan semakin dekatnya aktivitas perambahan dengan kawasan cagar alam. "Peraturan sudah ada, tetapi di lapangan masih ada toleransi terhadap pelanggaran. Seharusnya, jika ada oknum yang melakukan perusakan lingkungan, ada tindakan tegas," kritik akademisi dari Universitas Ottow Geissler Papua, Frank L. Apituley.
Upaya Pemberdayaan Masyarakat dan Pelestarian
Pemerintah Kota dan Kabupaten Jayapura berupaya memberdayakan masyarakat sekitar melalui produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) untuk mengurangi ketergantungan pada aktivitas merusak lingkungan. Hingga akhir 2024, telah terbentuk 45 kelompok tani hutan yang memproduksi berbagai produk seperti stik sagu, es krim, dan kerajinan tangan. Program ekowisata juga dikembangkan, termasuk jalur tracking di hutan bakau, kali buaya, dan hutan sagu.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua turut berperan aktif dengan membentuk kelompok pemberdayaan masyarakat dan memberikan pendampingan intensif. "Kami menempatkan pendamping di setiap kelompok agar masyarakat tidak hanya menerima bantuan, tetapi juga memperoleh pendampingan secara intensif," jelas Ketua Pokja Perencanaan, Perlindungan dan Pengawetan BBKSDA Papua, Taufik Mubarak. Pada tahun 2024, BBKSDA mengalokasikan Rp1,26 miliar untuk mendukung 50 kelompok di Kabupaten dan Kota Jayapura.
Pembinaan kelompok meliputi tanaman anggrek, wisata terbatas untuk melihat burung cenderawasih, serta kelompok perikanan dan perkebunan. Metode pemberdayaan masyarakat ini diharapkan dapat menciptakan pengelolaan kawasan yang berkeadilan dan berkelanjutan, di mana masyarakat berperan aktif dalam pelestarian hutan tanpa mengabaikan kebutuhan ekonomi mereka.
Namun, tantangan tetap ada. Kompleksitas permasalahan di Pegunungan Cycloop, yang meliputi aspek biofisik dan kelembagaan, membutuhkan solusi terintegrasi. Kerusakan di hulu akan berdampak langsung pada wilayah hilir, mengancam ketersediaan air bersih dan meningkatkan risiko bencana alam seperti banjir dan longsor.
Sanksi Tegas sebagai Pencegah Perambahan
Pemerintah Kabupaten dan Kota Jayapura telah mengeluarkan peraturan daerah terkait pengelolaan dan perlindungan Cycloop. Masyarakat adat juga memberikan dukungan penuh terhadap pelestarian, namun meminta adanya sanksi tegas terhadap pelanggaran. "Kami, masyarakat adat di kawasan Cycloop, memberikan dukungan penuh dalam menjaga kelestarianya. Namun, dalam perjalanan ini tentu banyak tantangan, degradasi kawasan akibat aktivitas manusia. Untuk itu, sanksi tegas perlu dilakukan," ujar Koordinator Perkumpulan Dewan Adat Suku Wilayah Tabi, Provinsi Papua, Daniel Toto.
Bencana banjir bandang di Sentani pada tahun 2019 menjadi bukti nyata dampak kerusakan Cycloop. Peristiwa tersebut mengakibatkan ratusan korban jiwa dan kerusakan ribuan rumah. Oleh karena itu, penegakan hukum yang tegas terhadap perambahan hutan sangat penting untuk mencegah terulangnya bencana serupa. Penanganan masalah di Cycloop merupakan tanggung jawab bersama, dan kelestariannya harus terus dijaga demi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan keanekaragaman hayati Papua.
Pelestarian Cagar Alam Cycloop tidak hanya penting bagi kelangsungan hidup flora dan fauna endemik Papua, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat setempat dan pencegahan bencana alam. Kerja sama dan komitmen semua pihak, termasuk penegakan hukum yang tegas, sangat krusial untuk keberhasilan upaya pelestarian ini.