JPPI: Ubah Pola Pikir Masyarakat untuk Cegah Putus Sekolah di Daerah 3T
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendorong perubahan pola pikir masyarakat di daerah 3T agar anak-anak tidak putus sekolah, karena masih banyak yang menganggap pendidikan kurang penting daripada ekonomi keluarga.

Jakarta, 5 Mei 2024 - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyoroti pentingnya perubahan pola pikir masyarakat di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) untuk mencegah angka putus sekolah yang masih tinggi. Hal ini disampaikan oleh Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Panitia Kerja (Panja) Pendidikan di Daerah 3T dan Marginal Komisi X DPR RI di Jakarta. Menurut Ubaid, tanpa perubahan pola pikir dan budaya, program pemerintah untuk meningkatkan akses pendidikan di daerah 3T akan menghadapi banyak tantangan.
Ubaid menjelaskan, masih banyak masyarakat di daerah 3T yang memprioritaskan ketahanan ekonomi keluarga daripada pendidikan anak. Mereka belum sepenuhnya menyadari bahwa pendidikan merupakan kunci untuk meningkatkan taraf hidup dan perekonomian keluarga di masa depan. Anggapan bahwa pendidikan hanya akan menghasilkan petani, nelayan, atau pekerja hutan masih cukup kuat di beberapa wilayah.
"Mereka berpikiran kalau sekolahnya ujung-ujungnya jadi petani, sehingga dari sekarang saja mereka menjadi petani. Jadi, kenapa harus jauh-jauh, dua jam, tiga jam naik perahu hanya untuk lulus SMP," ungkap Ubaid, mengutip pandangan sebagian masyarakat di daerah 3T.
Lima Faktor Utama Putus Sekolah di Daerah 3T
Lebih lanjut, Ubaid memaparkan lima faktor utama penyebab putus sekolah di daerah 3T. Pertama, kurangnya jumlah sekolah dan rendahnya kualitas pendidikan yang tersedia. Kedua, aksesibilitas yang sulit menuju sekolah karena jarak dan medan yang berat. Ketiga, ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk membiayai pendidikan anak. Keempat, masih tingginya angka pernikahan dini dan pekerja anak. Kelima, rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan.
Ubaid juga menyorot permasalahan jarak tempuh ke sekolah. Sekolah dasar umumnya lebih mudah diakses karena letaknya yang lebih dekat dengan permukiman. Namun, untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP dan SMA, siswa di daerah 3T harus menempuh perjalanan yang jauh dan melelahkan. "Jarak dan medan menjadi alasan mereka (sekolah) sampai SD saja, enggak bisa lanjut ke SMP," tambahnya.
Tantangan Akses Pendidikan di Daerah 3T membutuhkan solusi komprehensif. Selain meningkatkan kualitas dan kuantitas sekolah, pemerintah juga perlu melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan. Program beasiswa dan bantuan biaya pendidikan juga perlu ditingkatkan untuk meringankan beban ekonomi keluarga. Peran serta masyarakat dan berbagai pihak sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung anak-anak di daerah 3T untuk mengenyam pendidikan.
Upaya untuk mengatasi masalah putus sekolah di daerah 3T tidak hanya bergantung pada pemerintah, tetapi juga membutuhkan peran serta aktif dari seluruh elemen masyarakat. Dengan mengubah pola pikir dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan, diharapkan angka putus sekolah di daerah 3T dapat ditekan dan tercipta generasi muda yang lebih berkualitas.