Mendikbudristek: Budaya Lokal Penyebab Tingginya Angka Putus Sekolah di Bangka Belitung
Mendikbudristek RI mengungkapkan faktor budaya masyarakat Bangka Belitung yang menyebabkan tingginya angka putus sekolah, karena anak-anak lebih tertarik bekerja di tambang timah daripada bersekolah, sehingga perlu upaya bersama untuk meningkatkan kesadar

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) RI, Abdul Mu'ti, baru-baru ini mengungkapkan bahwa budaya masyarakat menjadi faktor utama tingginya angka putus sekolah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Lebih banyak anak muda memilih bekerja di pertambangan timah daripada melanjutkan pendidikan formal.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Mendikbudristek usai berdiskusi dengan para guru di Pangkalpinang. Beliau menekankan pentingnya dukungan dari semua pihak untuk memotivasi anak-anak Bangka Belitung agar lebih giat bersekolah. Bukan hanya sarana dan prasarana sekolah yang perlu ditingkatkan, namun juga perubahan budaya masyarakat itu sendiri.
Menurut Mendikbudristek, masalah ini bukan hanya terjadi di Bangka Belitung. Banyak daerah lain di Indonesia yang masih menghadapi tantangan serupa, di mana masyarakat belum sepenuhnya menyadari pentingnya pendidikan untuk masa depan. Perubahan mindset ini menjadi kunci untuk mengatasi permasalahan angka putus sekolah.
Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Sugito, mengamini pernyataan Mendikbudristek. Ia menjelaskan banyak orang tua di daerahnya lebih memilih agar anak-anak mereka bekerja di sektor pertambangan, perkebunan, atau perikanan dibandingkan bersekolah. Pemerintah daerah terus berupaya melakukan edukasi kepada masyarakat untuk memprioritaskan pendidikan anak-anak mereka.
Berdasarkan data hingga tahun 2024, angka partisipasi kasar untuk jenjang SD/MI mencapai 106,47 persen, SMP/MTs 88,74 persen, dan SMA/MA/SMK 87,02 persen. SD/MI dan SMA/MA/SMK telah melampaui rata-rata nasional, namun SMP/MTs masih di bawah rata-rata nasional. Hal ini menunjukkan masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan di jenjang pendidikan menengah pertama.
Rata-rata harapan lama sekolah di Bangka Belitung mencapai 12,29 tahun, menunjukkan bahwa fasilitas pendidikan sudah memadai. Namun, rata-rata lama sekolah hanya 8,33 tahun. Perbedaan ini menunjukkan adanya masalah dalam mengubah mindset siswa yang lebih tertarik bekerja di sektor pertambangan dan perkebunan, sehingga angka putus sekolah dan partisipasi pendidikan rendah.
Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terus berupaya mengatasi masalah ini melalui berbagai program, seperti pembangunan unit sekolah baru, penambahan ruang kelas baru, program beasiswa, bantuan operasional pendidikan untuk sekolah swasta, dan gerakan kembali ke sekolah bagi siswa putus sekolah. Kerjasama dengan masyarakat melalui pusat kegiatan masyarakat juga menjadi bagian penting dalam strategi ini. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan angka rata-rata lama sekolah dan menekan angka putus sekolah di Bangka Belitung.