Kades Segarajaya Diperiksa Bareskrim Terkait Dugaan Pemalsuan 93 SHM Pagar Laut Bekasi
Kepala Desa Segarajaya, Abdul Rosyid, diperiksa Bareskrim Polri sebagai saksi terkait kasus dugaan pemalsuan 93 sertifikat hak milik (SHM) di area pagar laut Bekasi yang diduga melibatkan perubahan data subjek, objek, dan lokasi.

Jakarta, 20 Februari 2025 - Kepala Desa Segarajaya, Kabupaten Bekasi, Abdul Rosyid, menjalani pemeriksaan di Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri pada Kamis (20/2) sebagai saksi terkait kasus dugaan pemalsuan 93 sertifikat hak milik (SHM) di area pagar laut Bekasi. Pemeriksaan ini bermula dari laporan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan nomor LPB/64/2/2025 SPKT/BARESKRIM POLRI. Kasus ini melibatkan dugaan pemalsuan surat dan/atau pemalsuan akte otentik dan/atau penempatan keterangan palsu ke dalam akte otentik.
Abdul Rosyid tiba di Gedung Bareskrim Polri sekitar pukul 13.33 WIB, didampingi kuasa hukumnya, Rahman Permana. Dalam keterangannya, ia mengaku tidak mengetahui perihal pemasangan pagar laut di desanya yang dibangun pada 30 Oktober 2022, jauh sebelum ia dilantik sebagai kepala desa pada 14 Agustus 2023. "Saya selaku kepala desa, baru dilantik pada 14 Agustus 2023. Jadi, adanya dugaan pemalsuan ini, saya kurang tahu. Tahu-tahu ada dugaan seperti ini," ujarnya.
Sebagai saksi, Abdul Rosyid menyerahkan sejumlah dokumen sebagai barang bukti untuk mendukung proses pemeriksaan. Kasus ini menyita perhatian publik karena melibatkan dugaan manipulasi data pada sejumlah SHM di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Modus Operandi Para Pelaku
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan modus operandi para pelaku yang diduga mengubah data pada 93 SHM. "Diduga para pelaku mengubah data subjek atau nama pemegang hak dan mengubah data objek atau lokasi yang sebelumnya berada di darat, menjadi berlokasi di laut dengan jumlah yang lebih luas dari aslinya," ungkap Brigjen Pol. Djuhandhani.
Perubahan data tersebut dilakukan setelah sertifikat asli atas nama pemegang hak yang sah diubah menjadi nama pemegang hak baru yang tidak sah. Tidak hanya nama, data luas tanah dan lokasi objek sertifikat juga diubah secara ilegal. Perubahan ini menyebabkan pergeseran wilayah dari darat menjadi laut.
Brigjen Pol. Djuhandhani menambahkan, "Jadi, sebelumnya sudah ada sertifikat. Kemudian, diubah dengan alasan revisi di mana dimasukkan, baik itu perubahan koordinat dan nama, sehingga ada pergeseran tempat dari yang tadinya di darat bergeser ke laut dengan luas yang lebih besar." Pihak kepolisian terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap seluruh jaringan pelaku dan motif di balik pemalsuan sertifikat tersebut.
Detail Kasus Pemalsuan SHM
Kasus ini bermula dari laporan Kementerian ATR/BPN yang menemukan indikasi pemalsuan pada 93 SHM di Desa Segarajaya. Dugaan pemalsuan meliputi perubahan data subjek (nama pemegang hak), objek (luas tanah), dan lokasi (perubahan koordinat dari darat ke laut). Hal ini menunjukkan adanya upaya untuk mengklaim kepemilikan lahan yang lebih luas dan berlokasi di wilayah pesisir.
Proses penyelidikan masih berlangsung, dan Bareskrim Polri terus mengumpulkan bukti dan keterangan saksi untuk mengungkap pelaku dan motif di balik aksi kejahatan ini. Pemeriksaan terhadap Kades Segarajaya merupakan salah satu langkah penting dalam mengungkap kebenaran kasus ini.
Langkah selanjutnya dari Bareskrim Polri adalah untuk menelusuri lebih jauh asal-usul perubahan data pada sertifikat tersebut, termasuk menyelidiki kemungkinan keterlibatan pihak lain di luar para pelaku utama. Proses hukum akan terus berjalan hingga semua pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawabannya.
Kasus ini menjadi perhatian serius karena berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi negara dan masyarakat. Pemalsuan sertifikat tanah merupakan kejahatan yang dapat merusak sistem administrasi pertanahan dan menimbulkan konflik agraria.
Kesimpulan
Pemeriksaan Kades Segarajaya oleh Bareskrim Polri terkait dugaan pemalsuan 93 SHM di area pagar laut Bekasi menjadi langkah penting dalam mengungkap kasus ini. Modus operandi yang diduga dilakukan para pelaku adalah mengubah data subjek, objek, dan lokasi pada sertifikat tanah, mengakibatkan pergeseran wilayah dari darat ke laut. Penyelidikan masih berlanjut untuk mengungkap seluruh jaringan pelaku dan motif di balik kejahatan ini.