KBRI Phnom Penh Pantau Repatriasi 21 WNI Terjerat Kasus Penipuan Online di Kamboja
KBRI Phnom Penh melakukan kunjungan ke Pusat Detensi Polisi Sihanoukville, Kamboja, untuk memantau proses repatriasi 21 WNI yang terlibat kasus penipuan online dan memastikan perlindungan hak-hak mereka.

Jakarta, 10 Mei 2024 - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh, Kamboja, gencar melakukan pengawasan terhadap proses repatriasi 21 Warga Negara Indonesia (WNI) yang tengah menghadapi masalah hukum di negara tersebut. Ke-21 WNI ini diduga terlibat dalam aktivitas ilegal penipuan online dan saat ini berada di Pusat Detensi Polisi di Kota Sihanoukville, Provinsi Preah Sihanouk. KBRI memastikan perlindungan hak-hak dasar WNI tetap terjaga selama proses hukum berlangsung.
Dalam siaran persnya pada Sabtu lalu, KBRI Phnom Penh menekankan komitmennya untuk menghormati proses hukum yang berlaku di Kamboja. Namun, pihaknya juga secara aktif berupaya mempercepat proses pemulangan para WNI tersebut dengan berkoordinasi erat dengan otoritas Kamboja, termasuk Kepolisian dan Imigrasi. Kunjungan langsung ke Pusat Detensi dilakukan untuk memantau kondisi dan memastikan kesejahteraan para WNI yang ditahan.
Kunjungan KBRI ke Pusat Detensi Polisi Sihanoukville bukan hanya sekadar pemantauan. Pertemuan dengan Kepala Pusat Detensi juga dimanfaatkan untuk menegaskan kembali komitmen KBRI dalam melindungi hak-hak WNI dan mendorong percepatan proses repatriasi. Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah Indonesia dalam memberikan perlindungan kepada warga negaranya di luar negeri, khususnya yang menghadapi kesulitan hukum.
Pemantauan Kondisi dan Bantuan Logistik untuk WNI
Selama kunjungan, perwakilan KBRI secara langsung meninjau kondisi kesehatan dan keamanan ke-21 WNI yang ditahan. Laporan menyebutkan bahwa seluruh WNI dalam keadaan sehat dan aman. Sebagai bentuk kepedulian dan dukungan, KBRI juga menyalurkan bantuan logistik untuk memenuhi kebutuhan dasar para WNI selama menunggu proses administrasi kepulangan mereka. Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban dan memberikan rasa nyaman selama masa penahanan.
Selain mengunjungi pusat detensi, KBRI juga melakukan kunjungan ke Shelter Kementerian Sosial, Veteran, dan Rehabilitasi Pemuda (MSVY) Sihanoukville. Kunjungan ini bertujuan untuk menemui salah satu WNI yang membutuhkan perhatian khusus, yaitu AW, seorang perempuan asal Sulawesi Utara yang mengalami gangguan kejiwaan. Kasus AW sebelumnya telah dilaporkan oleh Kepolisian dan MSVY Kamboja kepada KBRI Phnom Penh pada 25 April dan sempat menjadi perhatian publik di Indonesia.
Setelah memastikan kondisi psikologis AW relatif stabil, proses serah terima dilakukan dan AW langsung dievakuasi ke Phnom Penh untuk menjalani pemeriksaan medis sebagai bagian dari proses pra-repatriasi. KBRI Phnom Penh akan mengatur dan mendampingi proses pemulangan AW ke Indonesia. Perhatian khusus diberikan kepada WNI yang rentan, seperti AW, untuk memastikan mereka mendapatkan perawatan dan dukungan yang memadai.
Komitmen KBRI dalam Percepatan Repatriasi
KBRI Phnom Penh menegaskan komitmennya untuk memberikan pendampingan penuh kepada seluruh WNI yang mengalami masalah di Kamboja. Proses repatriasi akan terus dipantau dan didampingi agar berjalan dengan cepat, aman, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di kedua negara. Kerja sama yang erat antara KBRI dengan otoritas Kamboja sangat penting untuk memastikan keberhasilan proses repatriasi ini.
Proses repatriasi WNI yang bermasalah di luar negeri merupakan hal yang kompleks dan membutuhkan koordinasi yang intensif. KBRI Phnom Penh telah menunjukkan dedikasi dan komitmennya dalam melindungi dan memulangkan WNI yang mengalami kesulitan di Kamboja. Langkah-langkah yang telah diambil diharapkan dapat menjadi contoh bagi upaya perlindungan WNI di negara lain.
Ke depannya, diharapkan akan ada peningkatan kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Kamboja dalam pencegahan kasus serupa. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat Indonesia yang bekerja atau tinggal di Kamboja juga perlu ditingkatkan agar mereka memahami peraturan dan hukum yang berlaku di negara tersebut dan menghindari tindakan-tindakan yang dapat berujung pada masalah hukum.