Kebebasan Pers Dunia Terancam, Indonesia Turun 16 Peringkat dalam Indeks RSF 2025
Reporters Without Borders (RSF) melaporkan kebebasan pers global berada di titik terendah akibat tekanan ekonomi dan kekerasan; Indonesia turun 16 peringkat di Indeks Kebebasan Pers Dunia 2025.

Reporters Without Borders (RSF) dalam rilis Indeks Kebebasan Pers Dunia 2025 pada 3 Mei 2025 mengungkapkan kondisi memprihatinkan. Kebebasan pers global berada pada titik terendah, terancam oleh tekanan ekonomi dan kekerasan yang terus terjadi. Laporan ini menyebutkan penurunan peringkat Indonesia secara signifikan, menunjukkan tantangan yang dihadapi negara dalam menjaga kemerdekaan pers.
Organisasi non-pemerintah yang berbasis di Paris ini mencatat bahwa tekanan ekonomi menjadi faktor utama yang melemahkan media di dunia. Dilema antara mempertahankan independensi jurnalistik dan memastikan kelangsungan hidup media menjadi semakin nyata. Kondisi ini diperparah oleh kekerasan yang masih terus terjadi, mengancam keselamatan dan kebebasan jurnalis.
Anne Bocande, Direktur Editorial RSF, menyatakan keprihatinannya. "Ketika media berita terkendala secara finansial, mereka akan terjerumus dalam persaingan untuk menarik khalayak dengan mengorbankan pemberitaan yang berkualitas," katanya. Kemandirian finansial media, menurutnya, sangat krusial untuk menjamin informasi yang bebas dan terpercaya bagi publik.
Tekanan Ekonomi dan Ancaman Digital
Data RSF menunjukkan bahwa di 160 dari 180 negara yang dinilai, media mengalami kesulitan keuangan, bahkan ada yang sama sekali tidak memiliki anggaran. Di sepertiga negara tersebut, sejumlah media terpaksa ditutup karena masalah ekonomi. Amerika Serikat, Tunisia, dan Argentina menjadi contoh negara yang mengalami hal ini.
Situasi di Palestina lebih buruk lagi. Serangan Israel telah menghancurkan gedung-gedung media dan menewaskan hampir 200 wartawan. Kondisi ini menunjukkan betapa rawannya profesi jurnalis di tengah konflik.
RSF juga menuding raksasa teknologi global seperti Google, Apple, dan Meta (Facebook) telah mengambil alih pendapatan iklan yang selama ini menjadi penopang media. Total pengeluaran iklan di media sosial mencapai 247,3 miliar dolar AS pada 2024, meningkat 14 persen dari tahun sebelumnya. Platform daring juga dinilai menghambat ruang informasi karena ikut menyebarkan konten menyesatkan.
Konsentrasi kepemilikan media di tangan para pembesar politik juga menjadi ancaman. Di India, Indonesia, dan Malaysia, konglomerat yang memiliki koneksi politik dinilai mengendalikan sebagian besar grup media, sehingga berpotensi memanipulasi informasi.
Indonesia Turun Peringkat
Dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia 2025, Indonesia menempati posisi 127, turun 16 peringkat dibandingkan tahun lalu. Penurunan ini menunjukkan adanya kemunduran dalam hal kebebasan pers di Indonesia. Kondisi ini perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan semua pihak terkait.
Beberapa negara lain juga mengalami penurunan peringkat, antara lain Amerika Serikat (turun 2 peringkat ke posisi 57), Tunisia (turun 11 peringkat ke posisi 129), dan Argentina (turun 21 peringkat ke posisi 87). Sebaliknya, India dan Malaysia menunjukkan peningkatan peringkat.
Penurunan peringkat Indonesia ini menjadi sinyal penting bahwa perlu adanya upaya nyata untuk melindungi kebebasan pers dan memastikan kemandirian media di Indonesia. Hal ini penting untuk menjamin akses publik terhadap informasi yang akurat dan terpercaya.
Perlu adanya kerjasama antara pemerintah, media, dan masyarakat sipil untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh pers Indonesia. Penting untuk memastikan bahwa jurnalis dapat menjalankan tugasnya tanpa rasa takut dan tekanan, serta media dapat beroperasi secara independen dan berkelanjutan.
Kebebasan pers merupakan pilar penting dalam demokrasi. Tanpa kebebasan pers, masyarakat akan sulit untuk mengakses informasi yang akurat dan terpercaya, sehingga akan sulit untuk berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan demokrasi.