Kejati Aceh Tetapkan Dua Tersangka Korupsi BGP Rp76,4 Miliar
Kejaksaan Tinggi Aceh menetapkan dua tersangka korupsi pengelolaan keuangan Balai Guru Penggerak (BGP) Aceh senilai Rp76,4 miliar, dengan dugaan penggelembungan anggaran dan perjalanan dinas fiktif.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh telah menetapkan dua tersangka dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan Balai Guru Penggerak (BGP) Provinsi Aceh. Kedua tersangka, berinisial TW dan M, diduga terlibat dalam penyimpangan anggaran senilai Rp76,4 miliar yang berasal dari APBN tahun 2022 dan 2023. Kasus ini terungkap setelah tim penyidik Kejati Aceh menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, menjelaskan bahwa TW, seorang perempuan dan Pegawai Negeri Sipil (PNS), menjabat sebagai Kepala Balai Guru Penggerak Provinsi Aceh periode 2022 hingga Agustus 2024. Sementara M, juga seorang PNS, menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di BGP Aceh. Keduanya diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang yang sama jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Penetapan tersangka dilakukan berdasarkan minimal dua alat bukti, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi dan Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Total anggaran yang diterima BGP Aceh mencapai Rp76,4 miliar, terdiri dari Rp19,23 miliar pada 2022 dan Rp57,17 miliar pada 2023. Dana tersebut dialokasikan untuk perjalanan dinas dan peningkatan kapasitas sumber daya guru. Namun, ditemukan penyimpangan dalam realisasi anggaran, dengan dugaan penggelembungan biaya dan adanya penerimaan uang oleh pejabat terkait.
Dugaan Penggelembungan Anggaran dan Perjalanan Dinas Fiktif
Penyidik Kejati Aceh menemukan sejumlah penyimpangan dalam pengelolaan anggaran BGP Aceh. Dugaan penyimpangan meliputi penggelembungan biaya kegiatan pertemuan di hotel-hotel, pembayaran perjalanan dinas fiktif, dan penggelembungan harga. Akibat perbuatan tersebut, negara mengalami kerugian hingga Rp4,17 miliar. Hal ini berdasarkan temuan penyidik yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara realisasi anggaran dengan laporan pertanggungjawaban keuangan BGP Aceh tahun 2022 dan 2023.
Menurut keterangan Ali Rasab Lubis, realisasi anggaran tahun 2022 mencapai Rp18,4 miliar dan tahun 2023 sebesar Rp56,75 miliar. Perbedaan antara anggaran yang diterima dan realisasi anggaran ini menjadi fokus utama dalam penyelidikan. Penyidik menduga adanya manipulasi data dan penyelewengan dana yang dilakukan oleh tersangka TW dan M. Proses hukum akan terus berlanjut untuk mengungkap seluruh jaringan dan aktor yang terlibat dalam kasus ini.
Kedua tersangka telah dipanggil untuk menjalani pemeriksaan pada Senin, 17 Maret 2024. Tersangka M hadir memenuhi panggilan, sementara TW melalui kuasa hukumnya meminta penjadwalan ulang. Proses pemeriksaan saksi-saksi dan pengumpulan alat bukti masih terus dilakukan. Kejati Aceh menyatakan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru jika ditemukan bukti-bukti tambahan dalam perkembangan penyelidikan.
Rincian Anggaran dan Temuan Penyimpangan
- Total Anggaran: Rp76,4 miliar (Rp19,23 miliar tahun 2022 dan Rp57,17 miliar tahun 2023)
- Realisasi Anggaran: Rp18,4 miliar (2022) dan Rp56,75 miliar (2023)
- Dugaan Penyimpangan: Penggelembungan biaya pertemuan di hotel, perjalanan dinas fiktif, dan penggelembungan harga.
- Kerugian Negara: Rp4,17 miliar
Proses hukum terhadap kedua tersangka akan terus berjalan. Kejati Aceh berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan mengembalikan kerugian negara. Penyelidikan akan terus dilakukan untuk memastikan tidak ada pihak lain yang terlibat dalam kasus korupsi ini.