Kejati Aceh Geledah Kantor BGP: Dugaan Korupsi Rp76,4 Miliar
Kejaksaan Tinggi Aceh menggeledah Kantor Balai Guru Penggerak (BGP) Aceh dan kediaman beberapa pejabat terkait dugaan korupsi pengelolaan dana APBN tahun 2022-2023 senilai Rp76,4 miliar, dengan temuan dugaan penggelembungan belanja dan kegiatan fiktif.
Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menggerebek Kantor Balai Guru Penggerak (BGP) Aceh pada Rabu, 22 Januari 2024. Penggerebekan ini terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan BGP Aceh tahun anggaran 2022-2023 yang nilainya mencapai Rp76,4 miliar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, menjelaskan bahwa penggeledahan dilakukan berdasarkan surat perintah Kepala Kejati Aceh dan penetapan dari Pengadilan Negeri Banda Aceh dan Jantho. Dalam penggeledahan tersebut, tim penyidik mengamankan sejumlah dokumen, barang elektronik, uang, mobil, dan bukti lainnya.
Tujuan penggeledahan dan penyitaan ini adalah untuk mengumpulkan bukti, baik konvensional maupun digital, serta menyelamatkan aset negara yang berpotensi hilang atau dimusnahkan. Ruang yang diperiksa meliputi ruang kepala BGP Aceh, ruang keuangan, arsip, dan ruang guru. Tidak hanya kantor BGP Aceh yang menjadi target, kediaman Kepala BGP Aceh periode 2022-September 2023 (TW) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BGP Aceh (M) juga digeledah.
Semua dokumen dan barang bukti yang disita akan digunakan untuk proses penyidikan, penuntutan, dan persidangan. Penyitaan juga bertujuan untuk menyelamatkan aset negara yang diduga diselewengkan. Kasus ini telah dinaikkan ke tahap penyidikan, meskipun belum ada tersangka yang ditetapkan.
BGP Aceh menerima dana APBN sebesar Rp76,4 miliar lebih selama tahun 2022 dan 2023; Rp19,23 miliar di tahun 2022 dan Rp57,16 miliar di tahun 2023. Dana tersebut dialokasikan untuk kegiatan yang tertera di Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Realisasi anggaran tahun 2022 mencapai Rp18,4 miliar (95,69 persen), sementara tahun 2023 mencapai Rp56,75 miliar (99,2 persen). Meskipun realisasi anggaran tinggi, ditemukan indikasi penyimpangan seperti dugaan penggelembungan belanja, kegiatan fiktif, dan konflik kepentingan.
Dugaan tersebut meliputi pengangkatan pegawai honorer yang tidak sesuai prosedur, aliran dana ke pihak tertentu untuk kegiatan fiktif, dan indikasi korupsi lain yang merugikan keuangan negara. Kejati Aceh saat ini masih terus melakukan penyelidikan mendalam untuk mengungkap kasus tersebut dan menetapkan tersangka.