Kekayaan Papua: Antara Anugerah dan Tantangan Pemerataan Kesejahteraan
Kekayaan alam Papua yang melimpah ironisnya berbanding terbalik dengan pemerataan kesejahteraan masyarakatnya; tantangan besar bagi Indonesia untuk mengubah ‘kutukan sumber daya alam’ menjadi berkah.

Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, Bagaimana: Sebuah GREAT Lecture di Kebayoran Baru pada 5 Mei 2025 mengungkap paradoks kekayaan alam Papua yang belum dinikmati sepenuhnya oleh masyarakatnya. Dr. Greg Poulgrain, sejarawan dan Indonesianis, menyoroti sejarah panjang Indonesia sebagai wilayah strategis yang kaya sumber daya, khususnya Papua, yang kekayaannya seringkali justru memicu ketidakpuasan dan ketimpangan. Ketidakmerataan ini, menurut Poulgrain, bukan hanya soal separatisme, melainkan juga cerminan dari kegagalan distribusi hasil kekayaan alam yang adil. Permasalahan ini menjadi sorotan utama karena potensi konflik dan ketimpangan yang terus membayangi.
Indonesia, dengan kekayaan alamnya yang melimpah, seharusnya mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya, termasuk masyarakat Papua. Namun, realita menunjukkan akses pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan kesempatan ekonomi yang tidak merata di Papua. Ketimpangan inilah yang menjadi akar permasalahan dan berpotensi memicu ketidakpuasan sosial.
Poulgrain menekankan bahwa pengelolaan sumber daya alam di Papua harus adil dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Ia mengungkap potensi ketegangan di masa lalu antara elite Amerika Serikat terkait kepentingan atas kekayaan alam Papua, menunjukkan betapa kompleksnya isu ini dan betapa pentingnya pengelolaan yang transparan dan akuntabel.
Memahami Kompleksitas Isu Papua
Diskusi yang dihadiri oleh berbagai tokoh penting, termasuk para akademisi, politisi, dan pelaku usaha, menekankan perlunya pendekatan holistik dan jangka panjang dalam pengelolaan sumber daya alam di Papua. Dr. Poulgrain, penulis buku-buku ternama seperti The Incubus of Intervention dan JFK vs Allen Dulles: Battleground Indonesia, menegaskan pentingnya strategi nasional yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan, budaya, dan keadilan sosial.
Tata kelola yang transparan dan inklusif menjadi kunci keberhasilan. Kehadiran para pembicara dari berbagai latar belakang menunjukkan bahwa isu ini bukan hanya masalah teknis, tetapi juga masalah politik, budaya, dan masa depan bangsa.
Para pakar sepakat bahwa ‘kutukan sumber daya alam’ dapat diubah menjadi berkah dengan kepemimpinan yang kuat dan visi kebangsaan yang jelas. Presiden terpilih Prabowo Subianto, misalnya, diharapkan mampu menjadikan kekayaan alam sebagai instrumen pemerataan kesejahteraan.
Kemerdekaan ekonomi nasional juga menjadi sorotan penting dalam konteks global yang dinamis. Indonesia perlu mengurangi ketergantungan pada kepentingan asing dan lebih berorientasi pada nasionalisme ekonomi dalam pengelolaan sumber dayanya.
Pendekatan yang Adil dan Berkelanjutan
Di Papua, pendekatan baru yang didasarkan pada prinsip keadilan, partisipasi lokal, dan pengakuan hak-hak adat sangat penting. Pengelolaan sumber daya alam harus berkelanjutan dan memperhatikan kearifan lokal serta nilai-nilai budaya setempat. Papua bukan sekadar tambang, tetapi wilayah dengan martabat, sejarah, dan kontribusi strategis bagi Indonesia.
Indonesia dapat belajar dari negara-negara lain yang sukses mengelola sumber daya alam mereka, seperti Norwegia dengan sovereign wealth fund-nya atau Botswana dengan pengelolaan tambang berlian yang inklusif dan transparan. Keberhasilan ini membutuhkan kemauan politik yang kuat dan keberanian untuk mengubah struktur lama yang sentralistik dan elitis.
Membangun kembali kepercayaan antara negara dan rakyat, khususnya di daerah kaya sumber daya namun miskin manfaat, merupakan langkah krusial. Kebijakan yang berbasis data, adil secara spasial, dan berpihak pada masyarakat akar rumput akan memperkuat integrasi nasional dan mengubah kekayaan alam menjadi berkah, bukan kutukan.
Kesimpulannya, isu pengelolaan sumber daya alam di Papua dan Indonesia secara keseluruhan merupakan refleksi mendalam tentang masa depan bangsa. Kekayaan alam bukanlah jaminan kesejahteraan tanpa keadilan, dan sumber daya bukanlah modal kekuatan jika tidak dikelola dengan bijak dan visi jangka panjang. Masa depan Papua dan Indonesia terletak pada komitmen untuk membangun kembali arti pembangunan, kemakmuran, dan keadilan yang berpusat pada martabat manusia.