Kemenkes Siapkan Aturan Baru Label GGL: Edukasi Jadi Prioritas
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) susun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) untuk pelabelan kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) pada makanan dan minuman, dengan prioritas edukasi masyarakat.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah menggodok Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) untuk mengatur pelabelan atau nutri-grade kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) pada produk makanan dan minuman di Indonesia. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pola makan sehat dan mengurangi risiko penyakit tidak menular. Proses penyusunan RPMK ini melibatkan berbagai pihak dan menekankan pada edukasi, bukan sekadar regulasi yang bersifat memaksa.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan bahwa RPMK ini lebih difokuskan pada edukasi masyarakat. "Resminya kita akan proses RPMK-nya, saat ini masih ada tahapan untuk memberikan ruang dan masukan tentang kegiatan ini, tetapi ini bukan mandatory untuk penerapan GGL, atau nutri-gradenya, melainkan lebih kepada edukasi yang kita berikan ke masyarakat," ujar Nadia dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (4/3).
Kemenkes menyadari pentingnya kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk industri makanan dan minuman, dalam kampanye edukasi ini. Sosialisasi dan edukasi tentang GGL akan segera diluncurkan secara besar-besaran. "Kemarin sudah mulai dengan sosialisasi awal, karena kan memang harus ada waktu untuk teman-teman khususnya pangan siap saji ini menempelkan labelnya, karena kalau siap saji itu jauh lebih banyak labelnya, dan tiap kemasan itu berbeda-beda," tambah Nadia.
Implementasi Pelabelan Pangan yang Sudah Ada
Nadia memaparkan beberapa implementasi pelabelan pangan yang telah berjalan, di antaranya adalah Informasi Nilai Gizi yang tertera di belakang kemasan produk olahan. Informasi ini memberikan detail tentang kandungan zat gizi dalam produk tersebut. Selain itu, terdapat juga logo 'Pilihan Lebih Sehat' yang diberikan kepada produk olahan yang memenuhi kriteria profil gizi tertentu.
Untuk Makanan Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK), terdapat batasan maksimum kandungan gula (monosakarida dan disakarida) sebesar 6 gram/100mL. Namun, aturan ini masih terbatas pada mie instan dan minuman, dan informasi ini tercantum di belakang kemasan.
Selain itu, terdapat pula pesan kesehatan yang mengingatkan masyarakat akan risiko hipertensi, diabetes, dan serangan jantung jika mengonsumsi gula lebih dari 50 gram, natrium lebih dari 200mg, dan lemak lebih dari 67 gram per hari.
Pemerintah juga gencar melakukan edukasi baca label kepada masyarakat melalui sosialisasi dan workshop yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. "Nah ini yang masih menjadi tantangan. Kita bentuknya masih lewat sosialisasi, dan kemarin itu sudah ada beberapa (industri) makanan siap saji sudah mau kita libatkan, bahkan material sendiri kalau di aplikasi itu sudah memuat bagaimana penghitungan kalori, gula, garam, dan lemaknya," jelas Nadia.
Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023
Data dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan bahwa 28,7 persen masyarakat Indonesia mengonsumsi gula, garam, dan lemak melebihi batas yang dianjurkan. Lebih rinci, 5,5 persen mengonsumsi gula lebih dari 50 gram per hari, 53,5 persen mengonsumsi garam (natrium) lebih dari 2000 mg per hari, dan 24 persen mengonsumsi lemak lebih dari 67 gram per hari.
Tingginya angka konsumsi GGL ini berkontribusi pada peningkatan prevalensi obesitas di Indonesia. SKI 2023 mencatat bahwa 23,40 persen penduduk usia 18 tahun ke atas mengalami obesitas.
RPMK yang tengah disusun oleh Kemenkes diharapkan dapat menjadi langkah strategis dalam mengatasi masalah konsumsi GGL berlebih di Indonesia. Dengan mengutamakan edukasi dan kolaborasi, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami pentingnya membaca label makanan dan minuman serta memilih pilihan yang lebih sehat.
Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam menurunkan angka penyakit tidak menular yang sebagian besar disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat.