Kementerian ESDM Konfirmasi Wacana KEK untuk Pengembangan DME: Solusi Substitusi Impor LPG?
Kementerian ESDM mengonfirmasi wacana Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) untuk proyek pengembangan DME dari batu bara. Akankah ini menjadi solusi efektif substitusi impor LPG Indonesia?

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengonfirmasi wacana pemerintah terkait pengembangan proyek batu bara menjadi Dimethyl Ether (DME). Proyek strategis ini direncanakan akan berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) guna mendukung percepatan hilirisasi industri. Konfirmasi ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, di Jakarta pada Kamis (31/7).
Langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang saat ini mencapai angka Rp80 triliun per tahun. Dengan pengembangan DME, diharapkan Indonesia dapat mencapai kemandirian energi dan menghemat devisa negara. Pemerintah menargetkan proyek ini dapat mulai beroperasi dalam kurun waktu dua hingga tiga tahun mendatang.
Pengembangan DME juga menjadi salah satu dari 18 proyek prioritas hilirisasi dan ketahanan energi nasional. Ketua Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa proyek DME memiliki nilai investasi tertinggi dibandingkan proyek prioritas lainnya, menunjukkan komitmen serius pemerintah terhadap inisiatif ini.
KEK dan Insentif Investasi untuk Pengembangan DME
Pemerintah tengah mematangkan konsep Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang akan menjadi lokasi pengembangan DME. Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Tri Winarno, menjelaskan bahwa penetapan KEK akan memberikan berbagai kemudahan bagi investor. Kemudahan ini mencakup insentif fiskal dan nonfiskal yang bertujuan menarik lebih banyak investasi dalam proyek strategis ini.
Meskipun detail insentif masih dalam pembahasan, Tri Winarno mengisyaratkan adanya dukungan penuh dari pemerintah. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya juga menekankan bahwa status KEK akan membuka jalan bagi investasi yang lebih besar. Hal ini diharapkan dapat mempercepat realisasi proyek DME yang krusial bagi ketahanan energi nasional.
Sejumlah wilayah di Pulau Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, diidentifikasi sebagai lokasi paling potensial untuk KEK khusus DME. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada ketersediaan sumber daya batu bara yang melimpah. Studi kelayakan terus dilakukan untuk memastikan keekonomian proyek ini sebelum finalisasi penetapan KEK.
Proyek Strategis dengan Investasi Jumbo
Proyek hilirisasi batu bara menjadi DME ini memiliki nilai investasi yang sangat signifikan, mencapai Rp164 triliun. Angka ini menjadikan proyek DME sebagai yang terbesar di antara 18 proyek prioritas hilirisasi dan ketahanan energi nasional. Investasi besar ini mencerminkan skala dan ambisi pemerintah dalam mewujudkan kemandirian energi.
Proyek industri DME direncanakan tersebar di enam lokasi strategis di Indonesia. Lokasi-lokasi tersebut meliputi Bulungan, Kutai Timur, Kota Baru, Muara Enim, Pali, dan Banyuasin. Pemilihan lokasi ini mempertimbangkan aksesibilitas terhadap sumber daya batu bara serta potensi pengembangan infrastruktur pendukung.
Selain nilai investasi yang fantastis, proyek pengembangan DME juga diproyeksikan akan memberikan dampak positif pada penyerapan tenaga kerja. Diperkirakan sebanyak 34.800 orang akan terserap dalam proyek ini. Hal ini tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi proyek.