Kepastian Relaksasi Ekspor Freeport Diperkirakan Februari 2025
Kementerian ESDM memperkirakan relaksasi izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia akan diberikan pada Februari 2025, menyusul kebakaran smelter di Gresik yang dinyatakan sebagai kondisi kahar.

Jakarta, 19 Februari 2025 - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan sinyal positif terkait relaksasi izin ekspor konsentrat bagi PT Freeport Indonesia (PTFI). Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, memperkirakan kepastian mengenai hal ini akan diberikan pada bulan Februari 2025. Pernyataan ini disampaikan usai menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR di Jakarta.
Permohonan relaksasi izin ekspor ini diajukan PTFI menyusul kebakaran yang melanda unit pengolahan asam sulfat di smelter mereka di Gresik pada Oktober 2024. Kejadian ini menghentikan sementara operasional smelter dan berdampak pada produksi. Dengan berakhirnya izin ekspor konsentrat tembaga pada 31 Desember 2024, Freeport mengajukan perpanjangan ekspor sebagai solusi atas permasalahan ini.
Hasil investigasi menyatakan kebakaran tersebut dikategorikan sebagai kondisi kahar, bukan karena kelalaian atau kesalahan pekerja. Berdasarkan IUPK PTFI, kondisi kahar ini memungkinkan dilakukannya ekspor. Namun, keputusan final mengenai relaksasi izin ekspor ini akan diputuskan melalui rapat koordinasi (rakor) dan rapat terbatas (ratas), bukan hanya di tingkat Kementerian ESDM.
Dampak Finansial dan Permohonan Freeport
Presiden Direktur PTFI, Tony Wenas, sebelumnya telah menyampaikan potensi dampak finansial yang signifikan jika ekspor konsentrat tidak diizinkan. Ia memperkirakan kerugian pendapatan negara mencapai 4 miliar dolar AS atau sekitar Rp65 triliun. Kerugian ini disebabkan oleh 1,5 juta dry metric ton (dmt) konsentrat yang tidak dapat dimurnikan di dalam negeri akibat terhentinya operasi smelter di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur.
Mengacu pada IUPK PTFI yang berlaku, Tony Wenas meminta agar ekspor konsentrat diizinkan mengingat kondisi kahar yang terjadi. Ia juga menekankan perlunya penyesuaian Permen ESDM untuk mengatur ekspor dalam situasi seperti ini. Pernyataan ini menggarisbawahi urgensi dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi PTFI dan pemerintah dalam mencari solusi yang tepat.
Proses pengambilan keputusan yang melibatkan rakor dan ratas menunjukkan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan berbagai aspek sebelum memberikan keputusan final. Hal ini menunjukkan adanya upaya untuk menyeimbangkan kepentingan PTFI dengan kebijakan hilirisasi yang telah ditetapkan pemerintah.
Analisis dan Pertimbangan Pemerintah
Kebakaran smelter Freeport di Gresik menimbulkan tantangan bagi pemerintah dalam mengambil keputusan terkait relaksasi ekspor. Di satu sisi, pemerintah berkomitmen terhadap program hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri. Di sisi lain, kondisi kahar yang terjadi mengharuskan pemerintah mempertimbangkan dampak ekonomi yang signifikan jika ekspor dilarang.
Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk dampak ekonomi terhadap pendapatan negara, kebutuhan investasi untuk pemulihan smelter, dan komitmen terhadap program hilirisasi. Proses pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai instansi pemerintah menunjukkan adanya upaya untuk mencapai kesepakatan yang adil dan menguntungkan bagi semua pihak.
Keputusan final mengenai relaksasi izin ekspor diharapkan akan memberikan kepastian hukum dan ekonomi bagi PTFI, sekaligus memastikan konsistensi pemerintah dalam menjalankan program hilirisasi. Proses ini juga akan menjadi pembelajaran berharga bagi pemerintah dalam menghadapi situasi serupa di masa mendatang.
Dengan demikian, keputusan ini tidak hanya berdampak pada PT Freeport Indonesia, tetapi juga pada perekonomian nasional dan kebijakan hilirisasi yang sedang dijalankan pemerintah.