Kisah Yuli Pemecah Batu Apung: Bagaimana Pemberdayaan Perempuan Mendorong Kemandirian Ekonomi dan Masa Depan Berkelanjutan
Dari pemecah batu apung hingga forum global, upaya pemberdayaan perempuan terus digalakkan. Simak bagaimana inisiatif ini membuka jalan kemandirian ekonomi dan masa depan berkelanjutan.

Yuli Apunk, seorang perempuan asal Lombok Timur, menunjukkan kegigihan luar biasa dengan profesinya sebagai pemecah batu apung. Ia kini bahkan bekerja sambil melakukan siaran langsung di media sosial, memanfaatkan platform digital untuk meningkatkan penghasilannya. Kisahnya menjadi inspirasi tentang bagaimana teknologi dapat mendukung kemandirian ekonomi perempuan di pedesaan.
Profesi unik Yuli sebagai pemecah batu apung, yang dihargai Rp2.000 per karung, membuktikan semangat juangnya. Melalui siaran langsung, ia berharap memperoleh dukungan tambahan dari penonton, sebuah strategi adaptif di tengah tantangan ekonomi. Ini mencerminkan upaya individu dalam menghadapi realitas sosial yang ada.
Fenomena seperti Yuli menyoroti pentingnya pemberdayaan perempuan di Indonesia yang masih menghadapi beragam persoalan. Mulai dari isu kekerasan, kesenjangan gender, hingga akses terbatas pada pendidikan dan ekonomi. Kondisi ini mendesak adanya solusi komprehensif untuk mengangkat derajat perempuan sebagai subjek pembangunan.
Tantangan dan Kesenjangan yang Dihadapi Perempuan
Saat ini, sebagian besar perempuan masih menghadapi tantangan yang tidak mudah dengan berbagai persoalan yang ada. Mulai dari kekerasan, kesetaraan gender, akses pendidikan, ekonomi, hingga keterwakilan perempuan dalam pemerintahan. Kesenjangan yang terjadi disebabkan perempuan belum ditempatkan sebagai subyek dalam pembangunan secara optimal.
Meski keterwakilan perempuan di parlemen mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya, persentasenya masih 22,1 persen. Angka ini masih di bawah batas minimal yang ditargetkan, yaitu 30 persen. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam ranah politik masih memerlukan dorongan lebih lanjut.
Pada akar rumput, aksesibilitas informasi bagi perempuan juga masih menjadi tantangan serius. Perempuan, khususnya kelompok ekonomi bawah, rentan menjadi korban pinjaman online maupun pinjaman offline (rentenir) dikarenakan literasi keuangan yang rendah. Kondisi ini memperparah beban ekonomi yang mereka pikul.
Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Januari 2025 menyebutkan jumlah pinjaman untuk perempuan mencapai Rp39,8 triliun. Angka ini lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yang angkanya mencapai Rp34,2 triliun. Kemudahan akses pinjaman, terutama online, serta beban ganda perempuan menyebabkan 66 persen perempuan meminjam untuk kebutuhan sehari-hari, berdasarkan studi Departemen Kriminologi Universitas Indonesia (2023).
Upaya Pemerintah dan Organisasi dalam Pemberdayaan Perempuan
Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melakukan berbagai upaya agar perempuan bisa lepas dari jerat pinjaman online. Upaya yang dilakukan mencakup edukasi dan literasi finansial, serta keamanan digital terhadap para perempuan. Program-program ini dirancang untuk meningkatkan kapasitas dan kesadaran perempuan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauzi, mengatakan perkembangan teknologi informasi membuka kesempatan bagi perempuan untuk memperluas pasar. Meski demikian, perempuan perlu menjadi subyek, agar tidak hanya menjadi penerima manfaat tetapi juga pemberi manfaat. Ini menekankan pentingnya peran aktif perempuan dalam ekosistem digital.
Presiden Business and Professional Women (BPW) Indonesia, Giwo Rubianto Wiyogo, mengatakan perlu adanya pendekatan yang menyeluruh dalam upaya pemberdayaan perempuan. Hal itu mencakup advokasi kesetaraan gender, akses terhadap pendidikan berkualitas, pendampingan yang berkelanjutan, serta pembentukan jejaring yang inklusif. Menurut Giwo, kemerdekaan yang seutuhnya memang belum sepenuhnya didapatkan oleh perempuan.
Salah satu upaya yang dilakukan yakni melalui BPW Indonesia, yang merupakan bagian dari BPW International. Jaringan global ini beranggotakan para perempuan dan profesional dari lebih dari 100 negara di lima benua. Pemberdayaan dilakukan melalui pengembangan potensi perempuan dalam kepemimpinan dan bisnis di semua tingkatan, melalui program mentoring, jejaring, pengembangan keterampilan, dan pemberdayaan ekonomi perempuan di seluruh dunia.
Forum Internasional BPW Indonesia: Menjembatani dan Menguatkan Peran Perempuan
BPW Indonesia, kata Giwo, berencana menggelar forum internasional di Jakarta pada 20 Agustus 2025. Forum ini akan mengangkat tema “Women Bridging Nations and Driving Sustainable Future” dengan subtema “Embracing Artificial Intelligence and Green Business Transformation”. Acara ini diharapkan menjadi platform penting bagi kemajuan perempuan.
Forum internasional itu akan mengundang sebanyak 130 perempuan lintas profesi, mulai dari pengusaha, akademisi, politisi, birokrat, dan lainnya. Perwakilan perempuan tersebut berasal dari akar rumput hingga tingkat atas. Forum tersebut bertujuan untuk menjembatani dan memperkuat peran perempuan dari berbagai lapisan masyarakat.
Giwo berpendapat bahwa kemerdekaan bukan saja terbatas dari keterbelengguan, akan tetapi bagaimana perempuan mendapatkan kesempatan yang sama. Sehingga perempuan di Indonesia dapat lebih berdaya dan dapat menciptakan masa depan yang berkelanjutan. Forum ini diyakini akan menjadi wadah strategis untuk memperkuat jejaring, mempromosikan kepemimpinan wanita, serta mendorong transformasi menuju bisnis hijau dan adopsi teknologi kecerdasan buatan (AI).
Selain itu, perempuan tidak hanya menjadi target pasar akan tetapi dapat naik kelas menjadi pelaku atau produsen. BPW menjadi jembatan bagi perempuan Indonesia agar dapat naik level di kancah global. Inisiatif ini juga sejalan dengan semangat BPW International yang terus mendorong advokasi, pengembangan profesional, dan pemberdayaan perempuan di berbagai negara.
Melalui forum itu, BPW Indonesia secara nasional dan internasional berupaya meningkatkan konektivitas antar perempuan pemimpin, profesional, dan pengusaha. Mereka juga ingin memperkuat jejaring kolaboratif lintas negara dan lintas sektor, mendorong adopsi AI dan green business di kalangan pengusaha perempuan, serta mewujudkan kontribusi nyata perempuan dalam agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Hasil yang diharapkan dari forum bergengsi itu yakni terbentuknya sinergi strategis antara pemimpin, pebisnis, dan perempuan profesional lintas sektor dan lintas negara. Selain itu, diharapkan adanya adopsi wawasan AI dan ekonomi hijau yang lebih luas di kalangan perempuan pebisnis dan profesional, serta komitmen bersama terhadap penguatan peran perempuan dalam pembangunan berkelanjutan.