KLHK Kembangkan Sistem Peringatan Dini Pencemaran Udara Ekstrem di Kota Padat Penduduk
Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) mengembangkan sistem peringatan dini pencemaran udara ekstrem di kota padat penduduk untuk lindungi kelompok rentan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah mengembangkan sistem peringatan dini untuk mendeteksi potensi lonjakan pencemaran udara ekstrem di wilayah perkotaan padat penduduk. Sistem ini akan memanfaatkan data dari pemantauan kualitas udara secara real time, yang dikombinasikan dengan parameter cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Tujuannya adalah untuk memberikan peringatan dini kepada pemerintah daerah, fasilitas kesehatan, dan masyarakat umum agar dapat mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan.
Wakil Menteri LHK, Rasio Ridho Sani menyampaikan, sistem ini dirancang untuk membantu mencegah dampak kesehatan serius, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, ibu hamil, dan penderita gangguan pernapasan. Pengembangan sistem peringatan dini ini merupakan respons terhadap kondisi kualitas udara di Indonesia yang masih memprihatinkan.
"Sistem ini akan memanfaatkan data dari pemantauan kualitas udara secara real time, dikombinasikan dengan parameter cuaca dari BMKG," ujar Rasio Ridho Sani, Wakil Menteri LHK, saat rapat dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Senin (19/5). Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan kualitas udara dan melindungi kesehatan masyarakat.
Integrasi Data dan Threshold Indikator
Sistem peringatan dini ini akan dilengkapi dengan indikator untuk ambang batas konsentrasi partikel halus (PM2.5), ozon, nitrogen dioksida, dan karbon monoksida. Jika ambang batas ini terlampaui, sistem akan secara otomatis memberikan peringatan kepada pemerintah daerah, fasilitas kesehatan, dan masyarakat umum. Integrasi data dari berbagai sumber menjadi kunci efektivitas sistem ini.
KLHK menargetkan sistem peringatan dini ini tidak hanya memanfaatkan data dari Sistem Pemantauan Kualitas Udara Nasional (SPKUN), tetapi juga terintegrasi dengan media sosial dan aplikasi digital lokal untuk mempercepat penyebaran informasi. Dengan demikian, informasi mengenai potensi pencemaran udara ekstrem dapat dengan cepat sampai ke masyarakat.
Menurut laporan State of Global Air 2023, Indonesia termasuk dalam 10 negara teratas di dunia dengan paparan PM2.5 tertinggi, dengan rata-rata tahunan di atas 30 mikrogram per meter kubik, jauh di atas ambang batas WHO sebesar 5 mikrogram per meter kubik. Data ini menjadi dasar urgensi pengembangan sistem peringatan dini.
Protokol Tanggap Darurat dan Implementasi Nasional
Implementasi sistem peringatan dini akan didukung oleh protokol tanggap darurat kualitas udara, seperti penerapan kebijakan kerja dari rumah (work from home), penangguhan sementara kegiatan di luar ruangan di sekolah, dan penyediaan masker serta ruangan bersih di fasilitas publik. Protokol ini bertujuan untuk mengurangi paparan masyarakat terhadap polusi udara saat terjadi peningkatan konsentrasi polutan.
Sani menyatakan bahwa sistem ini merupakan bagian dari peta jalan nasional 2025–2030 untuk mitigasi pencemaran udara dan akan menjadi model awal untuk direplikasi di kota-kota besar lain di Indonesia, seperti Surabaya, Bandung, Semarang, dan Medan. Dengan demikian, diharapkan perlindungan terhadap risiko krisis kualitas udara dapat merata di seluruh Indonesia.
KLHK berharap kerja sama antara kementerian, pemerintah daerah, dan masyarakat akan mendukung sistem ini sebagai alat perlindungan dini terhadap risiko krisis kualitas udara di masa depan. Partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat sangat penting untuk keberhasilan implementasi sistem ini.
Dengan pengembangan sistem peringatan dini ini, diharapkan masyarakat dapat lebih siap dan terlindungi dari dampak buruk pencemaran udara. Sistem ini menjadi langkah penting dalam upaya meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat Indonesia.