KPAI Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis Pasca Keracunan Massal di Tasikmalaya
KPAI turun tangan mengecek pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Tasikmalaya pasca kasus keracunan massal yang menimpa ratusan pelajar.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan inspeksi mendadak terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Tasikmalaya, Jawa Barat. Langkah ini diambil menyusul insiden keracunan massal yang menimpa ratusan pelajar di Kecamatan Rajapolah pada awal Mei 2024. Kunjungan lapangan ini bertujuan untuk mengevaluasi secara langsung kondisi dan standar operasional program MBG, serta memastikan keamanan dan kesehatan para penerima manfaat.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menyatakan bahwa timnya telah mengunjungi dapur umum di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kecamatan Singaparna dan Rajapolah. Inspeksi ini melibatkan peninjauan jalur distribusi MBG ke beberapa sekolah, termasuk SDN 01 Singaparna, SMUN 2 Singaparna, dan SMPN 1 Rajapolah. KPAI juga berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Tasikmalaya untuk memastikan pengawasan yang komprehensif.
"KPAI bersama KPAD Tasikmalaya melaksanakan pengawasan langsung di lapangan dengan mengunjungi dapur umum di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi wilayah Kecamatan Singaparna. Dari SPPG tersebut melaksanakan jalur distribusi MBG di SDN 01 Singaparna dan SMUN 2 Singaparna," kata Jasra Putra saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Temuan KPAI di Lapangan
Dalam inspeksi di SPPG Kecamatan Singaparna, KPAI menemukan beberapa hal yang perlu diperbaiki. Salah satunya adalah pentingnya menjaga higienitas dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) yang lengkap, seperti masker, sarung tangan, tutup kepala, dan alas kaki khusus. KPAI juga menyoroti perlunya peningkatan dalam penyimpanan bahan makanan atau pantry/food storage, serta pengelolaan daur ulang bahan-bahan pascaproduksi.
Selain itu, KPAI menekankan pentingnya manajemen komunikasi dan informasi yang efektif. Informasi mengenai Standar Operasional Prosedur (SOP) penyediaan makanan yang aman harus tersedia dan mudah diakses oleh semua petugas, terutama mengingat adanya kemungkinan keterbatasan atau pergantian personel. Aspek mobilitas, aktivitas, dan jarak di dapur yang sempit juga menjadi perhatian, mengingat dampaknya terhadap manajemen kerja dan kesejahteraan pekerja.
Jasra Putra menambahkan, "Perlu ada informasi SOP penyediaan makanan yang aman, sehingga para petugas yang mungkin masih terbatas atau berganti, dapat mengikuti sistem yang sudah dibuat. Kelima, mengenai mobilitas, aktivitas, jarak harus diperhatikan, karena ketersediaan dapur yang sangat sempit. Manajemen kerja, manajemen stres kerja, dan lain-lain guna kesejahteraan pekerja."
Perbaikan Infrastruktur dan Investigasi Keracunan
Sementara itu, di SPPG Kecamatan Rajapolah, KPAI menyoroti pentingnya keberadaan food storage/pantry yang memadai dengan sistem penyimpanan, pengolahan, dan penyajian yang higienis. KPAI merekomendasikan renovasi dapur serta mendesak agar hasil investigasi laboratorium kesehatan daerah (labkesda) provinsi segera dirilis untuk mengungkap penyebab keracunan.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa sekitar 400 pelajar di Kecamatan Rajapolah diduga mengalami keracunan makanan dari program MBG. Data tersebut diperoleh dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya, yang mencatat bahwa pelajar yang terdampak berasal dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari TK hingga SMP.
KPAI berharap dapurnya segera direnovasi. Ketiga, berharap segera keluar hasil investigasi hasil labkesda provinsi," kata Jasra Putra.
KPAI menekankan perlunya evaluasi menyeluruh dan perbaikan sistemik dalam pelaksanaan program MBG. Hal ini mencakup peningkatan standar higienitas, manajemen penyimpanan bahan makanan, komunikasi informasi, serta perbaikan infrastruktur dapur. Hasil investigasi keracunan massal diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas dan akurat untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.