KPK Cegah 5 Tersangka Korupsi Flyover Riau ke Luar Negeri
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah lima tersangka kasus korupsi proyek flyover Riau bepergian ke luar negeri selama enam bulan untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan kerugian negara senilai Rp60,8 miliar.

JAKARTA, 24 Januari 2025 - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mencegah lima tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan flyover Simpang Jalan Tuanku Ambusai-Jalan Soekarno Hatta di Riau bepergian ke luar negeri. Langkah pencegahan ini dilakukan untuk memastikan kelancaran proses penyidikan.
Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengumumkan pencegahan tersebut pada Jumat lalu di Gedung Merah Putih KPK. KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 109 Tahun 2025, yang berlaku efektif selama enam bulan ke depan. Kerjasama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi memastikan efektivitas larangan bepergian ini.
Kelima tersangka, yang terdiri atas YN (PPK Pemprov Riau), TC (swasta), ES (swasta), GR (swasta), dan NR (pegawai BUMN), dinilai perlu berada di Indonesia untuk proses investigasi lebih lanjut. Keberadaan mereka di dalam negeri dianggap krusial untuk mengungkap seluruh rangkaian kasus korupsi ini.
Penetapan tersangka sendiri telah dilakukan pada 10 Januari 2025. Mereka diduga terlibat dalam proyek flyover tersebut yang dikerjakan pada tahun anggaran 2018. Selain YN, tersangka lainnya meliputi konsultan perencana (GR), Direktur Utama PT Semangat Hasrat Jaya (TC), Direktur PT Sumbersari Ciptamarga (ES), dan Kepala PT Yodya Karya (Persero) Cabang Pekanbaru (NR).
Modus korupsi yang dilakukan para tersangka cukup sistematis. YN, selaku Kepala Bidang Pembangunan dan Jembatan Dinas PUPR Provinsi Riau, diduga menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) tanpa perhitungan detail dan manipulasi data. Proses tersebut melibatkan pemalsuan data dan tanda tangan dalam dokumen kontrak.
Selain itu, terdapat indikasi subkontrak pekerjaan tanpa persetujuan PPK, dengan nilai kontrak yang jauh lebih mahal dari seharusnya. Akibat perbuatan para tersangka, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp60,8 miliar dari total nilai kontrak Rp159,3 miliar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Proses hukum akan terus berjalan untuk memastikan keadilan dan mengembalikan kerugian negara.