KPK Sita Rumah Rp1,5 Miliar Milik Mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita rumah senilai Rp1,5 miliar di Yogyakarta yang diduga dibeli mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, dari hasil pemerasan dan gratifikasi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap dugaan korupsi yang melibatkan mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah. Penyidik KPK telah menyita sebuah rumah mewah di Yogyakarta senilai Rp1,5 miliar yang diduga terkait dengan kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu. Penyitaan ini merupakan bagian dari rangkaian penyelidikan atas dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi oleh Rohidin Mersyah.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, membenarkan penyitaan tersebut. Ia menyatakan bahwa penyidik telah menyita satu bidang rumah yang diduga dibeli oleh tersangka Rohidin Mersyah. Nilai rumah tersebut diperkirakan mencapai Rp1,5 miliar. Penyidik KPK tengah mendalami dugaan keterkaitan antara pembelian rumah tersebut dengan sumber dana yang diduga berasal dari hasil pemerasan dan gratifikasi selama masa jabatan Rohidin Mersyah sebagai Gubernur Bengkulu.
Selain penyitaan rumah, KPK juga telah memeriksa sejumlah saksi terkait kasus ini. Saksi-saksi yang diperiksa berasal dari berbagai latar belakang, termasuk staf Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman, notaris/PPAT bernama Swandari Handayani, dan seorang pihak swasta bernama Naidatin Nida. Pemeriksaan saksi-saksi ini bertujuan untuk mengungkap lebih lanjut aliran dana dan proses pembelian rumah tersebut.
Dugaan Pemerasan dan Gratifikasi
Penetapan Rohidin Mersyah sebagai tersangka berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Bengkulu pada Sabtu malam, 23 November 2024. Dalam OTT tersebut, KPK menangkap delapan orang, termasuk Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu Isnan Fajri (IF), dan ajudan Gubernur Bengkulu Evrianshah (EV). Ketiganya kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
Operasi tangkap tangan tersebut dilatarbelakangi oleh informasi mengenai dugaan pemerasan terhadap pegawai untuk pendanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. KPK menduga, uang hasil pemerasan tersebut kemudian digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk pembelian rumah mewah di Yogyakarta.
Selain Rohidin Mersyah, Isnan Fajri dan Evrianshah juga ditetapkan sebagai tersangka. Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP.
Proses Hukum yang Berjalan
Penyidik KPK terus melakukan pendalaman terhadap kasus ini. Penyitaan rumah di Yogyakarta merupakan langkah penting dalam mengungkap dugaan aliran dana hasil korupsi. Pemeriksaan saksi-saksi juga akan terus dilakukan untuk melengkapi bukti-bukti yang diperlukan dalam proses hukum. Publik menantikan perkembangan lebih lanjut dari kasus ini dan berharap KPK dapat mengungkap seluruh jaringan dan aktor yang terlibat.
Proses hukum yang sedang berjalan ini menunjukkan komitmen KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia. Kasus ini juga menjadi pengingat penting bagi para pejabat publik untuk selalu menjunjung tinggi integritas dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Transparansi dan kepatuhan terhadap hukum menjadi kunci utama dalam mencegah terjadinya praktik korupsi.
Dengan penyitaan aset tersebut, KPK berharap dapat memulihkan kerugian negara dan memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi. Proses hukum akan terus berjalan hingga semua fakta terungkap dan keadilan ditegakkan. Publik diharapkan tetap mengikuti perkembangan kasus ini dan mendukung upaya KPK dalam memberantas korupsi.
"Penyidik mendalami dugaan pembelian satu bidang rumah oleh tersangka di Provinsi D.I. Yogyakarta yang sumber dananya berasal dari dugaan hasil pemerasan dan penerimaan gratifikasi oleh tersangka," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika.