KSP Tegaskan Harga Pangan Tinggi di Indonesia Timur Bukan Hal Normal
Kantor Staf Kepresidenan (KSP) meminta agar tingginya harga pangan di Indonesia Timur tidak dinormalisasi dan mendesak adanya solusi untuk menurunkan harga-harga tersebut.

Jakarta, 16 Mei 2024 - Pelaksana Tugas (Plt) Deputi II Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Edy Priyono, menegaskan perlunya penanganan serius terhadap tingginya harga komoditas pangan di wilayah Indonesia Timur. Hal ini disampaikan usai Rapat Koordinasi Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama para pemangku kepentingan di Jakarta. Pemerintah berkomitmen untuk mencari solusi atas permasalahan ini, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap masyarakat di wilayah tersebut.
Edy Priyono menyatakan bahwa pemantauan KSP menunjukkan harga barang kebutuhan pokok di Maluku dan Papua, serta provinsi-provinsi lain di Indonesia Timur, secara konsisten lebih tinggi dibandingkan daerah lain di Indonesia. Kondisi ini, menurutnya, tidak boleh dianggap sebagai hal yang biasa dan memerlukan solusi konkret dan segera.
Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan pengendalian harga barang kebutuhan pokok sebagai prioritas nasional. Oleh karena itu, KSP secara aktif memonitor harga pangan strategis setiap hari dan melaporkan temuannya setiap minggu dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Kementerian Dalam Negeri. Komitmen ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengatasi disparitas harga pangan di Indonesia.
Harga Pangan di Atas Harga Acuan Pembelian (HAP)
Data yang dipaparkan dalam rapat koordinasi Bapanas menunjukkan disparitas harga yang signifikan. Misalnya, harga cabai merah keriting di Indonesia Timur mencapai Rp76.923 hingga Rp100.625 per kg, jauh di atas Harga Acuan Pembelian (HAP) yang ditetapkan sebesar Rp37.000 hingga Rp55.000 per kg. Demikian pula dengan cabai rawit merah di Papua Tengah, yang harganya berkisar antara Rp87.682 hingga Rp118.214 per kg, sementara HAP-nya hanya Rp40.000 hingga Rp57.000 per kg.
Provinsi Papua Selatan mencatatkan harga bawang merah tertinggi di Indonesia Timur, yaitu Rp64.375 per kg. Angka ini jauh melampaui HAP yang ditetapkan sebesar Rp36.500 hingga Rp41.500 per kg. Disparitas harga yang signifikan ini menunjukkan adanya permasalahan serius dalam distribusi dan aksesibilitas pangan di wilayah Indonesia Timur.
Pemerintah menyadari pentingnya kerja sama untuk mengatasi masalah ini. "Seperti kita ketahui, bahwa pengendalian harga, terutama harga barang kebutuhan pokok, merupakan salah satu prioritas nasional dari Presiden. Karena itu KSP selalu melakukan monitoring terhadap harga pangan strategis setiap hari dan kami laporkan setiap minggu dalam Rakor Pengendalian Inflasi Daerah di Kementerian Dalam Negeri," ujar Edy Priyono.
Solusi Jangka Pendek dan Kolaborasi Antar Pihak
Sebagai solusi jangka pendek, Edy Priyono menyarankan peningkatan kerja sama strategis antara pemerintah, produsen, distributor, dan pelaku usaha di wilayah Indonesia Timur. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kelancaran pasokan barang kebutuhan pokok.
Selain itu, bantuan atau subsidi untuk transportasi juga dianggap penting, mengingat tingginya biaya logistik di wilayah tersebut. "Sehingga kita harapkan pasokan menjadi lebih lancar, dan juga ada bantuan atau subsidi untuk transportasi dari berbagai pihak, karena ini biaya logistiknya mahal," kata Edy Priyono.
Edy menekankan pentingnya kolaborasi semua pihak untuk mengendalikan harga dan menurunkan harga komoditas pangan di Indonesia Timur. "Ini kerja sama semua pihak, sangat diharapkan untuk mengendalikan harga dan kalau bisa sedikit menurunkan (harganya) supaya membantu saudara-saudara kita di bagian timur," tambahnya.
Pemerintah berkomitmen untuk terus memantau dan mencari solusi terbaik untuk memastikan aksesibilitas dan keterjangkauan pangan bagi seluruh masyarakat Indonesia, termasuk di wilayah Indonesia Timur. Hal ini sejalan dengan prioritas nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mengurangi kesenjangan ekonomi di berbagai wilayah.