Macan Tutul Jawa Ditemukan di Enam Bentang Alam Pulau Jawa
Survei populasi macan tutul Jawa oleh Kemenhut dan Yayasan SINTAS menemukan keberadaan satwa langka ini di enam bentang alam di Jawa, memberikan data penting untuk strategi konservasi.

Jakarta, 18 Februari 2024 - Sebuah kabar baik datang dari upaya konservasi satwa langka Indonesia. Survei populasi macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut) bersama Yayasan SINTAS Indonesia berhasil menemukan jejak keberadaan macan tutul Jawa di enam dari tujuh bentang alam yang telah selesai disurvei di Pulau Jawa.
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko, mengumumkan hasil survei tersebut dalam acara 'Catatan Separuh Langkah Java-wide Leopard Survey' di Jakarta. Survei yang dimulai sejak Februari tahun lalu ini merupakan bagian dari upaya untuk memetakan populasi macan tutul Jawa yang terancam punah. Target survei mencakup 21 bentang alam di seluruh Pulau Jawa, dan hingga saat ini baru tujuh yang telah selesai dianalisis.
Hasil Survei dan Strategi Konservasi
Pemasangan kamera jebak (camera trap) telah dilakukan di 10 bentang alam, dengan tujuh di antaranya yang telah selesai dianalisis. Hasilnya menunjukkan keberadaan macan tutul Jawa di enam bentang alam, yaitu Rawa Danau, Gunung Burangrang, Gunung Ciremai, Sindoro-Dieng, Panusupan, dan Bromo Tengger-Semeru bagian selatan. Keberhasilan pendeteksian ini memberikan data penting untuk pengembangan strategi konservasi macan tutul Jawa ke depannya.
Satyawan menjelaskan pentingnya data populasi, habitat, dan ancaman bagi perencanaan strategi konservasi yang efektif. "Strategi konservasi membutuhkan data populasi, data habitat, data ancaman, untuk memproyeksikan kondisi masa depan, baik dengan atau tanpa intervensi, dan menentukan strategi yang tepat," ujarnya.
Sementara itu, bentang alam Merapi-Merbabu belum menunjukkan hasil positif dalam pendeteksian macan tutul Jawa. Hal ini menunjukkan perlunya upaya lebih lanjut untuk memahami distribusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan spesies ini di berbagai wilayah.
Tantangan Identifikasi dan Gambaran Populasi
Direktur Yayasan SINTAS Indonesia, Hariyo Wibisono, seorang ahli biologi, menekankan bahwa survei yang telah dilakukan masih belum memberikan gambaran populasi macan tutul Jawa secara menyeluruh. "Survei ini baru menunjukkan di mana macan tutul Jawa ada dan di mana tidak ada. Identifikasi individu masih perlu dilakukan berdasarkan totol pada bulu mereka, yang cukup menantang karena beberapa macan tutul memiliki bulu yang gelap sehingga totolnya sulit terlihat," jelas Hariyo.
Tantangan dalam identifikasi individu ini membutuhkan analisis lebih lanjut untuk mendapatkan gambaran populasi yang akurat. Data yang lebih lengkap akan membantu dalam merumuskan strategi konservasi yang lebih tepat sasaran dan efektif dalam melindungi macan tutul Jawa dari kepunahan.
Langkah Selanjutnya dan Harapan
Meskipun survei masih berlangsung dan analisis data masih terus dilakukan, temuan ini memberikan secercah harapan bagi kelangsungan hidup macan tutul Jawa. Data yang diperoleh akan menjadi dasar bagi upaya konservasi yang lebih terarah dan terukur. Kolaborasi antara Kemenhut dan Yayasan SINTAS Indonesia diharapkan dapat terus berlanjut untuk menyelesaikan survei di seluruh 21 bentang alam yang ditargetkan.
Ke depannya, penting untuk meningkatkan upaya perlindungan habitat macan tutul Jawa dan mengurangi ancaman yang dihadapi spesies ini. Hal ini termasuk upaya penegakan hukum terhadap perburuan liar dan kerusakan habitat. Dengan kerja sama dan komitmen semua pihak, diharapkan populasi macan tutul Jawa dapat terjaga dan lestari untuk generasi mendatang.