Mantan Anggota DPRK Bireuen Dituntut 18 Bulan Penjara Kasus Korupsi PNPM
Jaksa menuntut mantan anggota DPRK Bireuen, M. Yusuf, 18 bulan penjara dan denda Rp1 miliar terkait penyelewengan dana PNPM yang merugikan negara Rp1,16 miliar.
![Mantan Anggota DPRK Bireuen Dituntut 18 Bulan Penjara Kasus Korupsi PNPM](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/05/000136.365-mantan-anggota-dprk-bireuen-dituntut-18-bulan-penjara-kasus-korupsi-pnpm-1.jpg)
Banda Aceh, 4 Februari 2024 - M. Yusuf, mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen, Aceh, menghadapi tuntutan 18 bulan penjara dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas kasus korupsi dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM). Sidang pembacaan tuntutan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh.
JPU Siara Nedy dari Kejaksaan Negeri Bireuen, membacakan tuntutan tersebut di hadapan majelis hakim yang diketuai Jamil dan didampingi Heri Alfian serta R. Deddy. M. Yusuf, yang menjabat sebagai anggota DPRK Bireuen periode 2019-2024, juga dituntut membayar denda Rp1 miliar subsider tiga bulan penjara jika denda tak dibayarkan.
Kasus ini berpusat pada peran M. Yusuf sebagai Ketua Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Gandapura, Bireuen. Tuntutan tersebut didasarkan pada bukti bahwa Yusuf terbukti menyalahgunakan wewenang. Ia terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Lebih rinci, JPU menjelaskan, antara tahun 2019 hingga 2023, M. Yusuf menyetujui dan mencairkan dana simpan pinjam PNPM kepada pihak-pihak yang tidak berhak. Penerima dana tersebut termasuk oknum aparatur desa dan PNS. Padahal, menurut petunjuk teknis operasional PNPM Mandiri Perdesaan dari Kementerian Dalam Negeri, dana tersebut seharusnya disalurkan kepada kelompok perempuan, bukan individu.
Akibat tindakan M. Yusuf, negara mengalami kerugian sebesar Rp1,16 miliar. Angka tersebut berdasarkan hasil audit Inspektorat Aceh dan dikuatkan oleh putusan pengadilan dalam kasus serupa yang melibatkan terdakwa lain. JPU juga menekankan bukti kuat yang menunjukkan pelanggaran aturan penyaluran dana PNPM oleh terdakwa.
Setelah mendengarkan tuntutan, baik M. Yusuf maupun kuasa hukumnya menyatakan akan menyampaikan pembelaan secara tertulis. Sidang selanjutnya akan digelar pada Senin, 10 Februari 2024, dengan agenda mendengarkan pembelaan dari terdakwa dan tim kuasa hukumnya. Proses hukum ini terus berlanjut untuk memastikan keadilan ditegakkan.
Kasus ini menjadi pengingat penting tentang pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan dana negara. Semoga proses hukum ini dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang. Keputusan pengadilan nanti akan menjadi penentu bagi masa depan M. Yusuf dan menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak terkait pengelolaan keuangan negara.