Mantan Wabup Bogor Sambut Positif Kirab Mahkota Binokasih: Harapan Era Kepemimpinan Baru
Mantan Wakil Bupati Bogor, Karyawan Faturachman, menyambut positif Kirab Mahkota Binokasih di Cibinong sebagai simbol era baru kepemimpinan yang lebih terbuka dan menghargai budaya lokal.

Mantan Wakil Bupati Bogor, Karyawan Faturachman atau yang akrab disapa Karfat, memberikan sambutan positif terhadap Kirab Mahkota Binokasih Sanghyang Pake yang berlangsung selama dua hari di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Acara yang digelar pada 22 April ini bukan hanya sekadar seremoni, tetapi juga diartikan sebagai penanda arah baru bagi Kabupaten Bogor yang dikenal dengan sebutan 'Tegar Beriman'.
Karfat, yang juga seorang budayawan, melihat kirab ini sebagai simbol pergeseran signifikan. "Bogor ini mulai berubah warnanya, dari era agamawan menuju budayawan. Harapannya, budayawan itu kalau pulang, ya, ke rumah, bukan ke Sukamiskin," ujarnya sembari tersenyum. Pernyataan ini menyiratkan harapan akan peningkatan apresiasi terhadap budaya lokal dan perbaikan tata kelola pemerintahan.
Kehadiran Mahkota Binokasih, menurut Karfat, memiliki makna penting sebagai simbol era baru kepemimpinan yang lebih transparan dan dekat dengan rakyat. Ia berharap perubahan ini akan berdampak positif pada aksesibilitas informasi dan kemudahan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. "Kalau kemarin wartawan mau ketemu bupati susah, mudah-mudahan sekarang lebih gampang," tambahnya, menunjukkan harapan akan peningkatan keterbukaan informasi publik.
Makna Historis Mahkota Binokasih bagi Bogor
Karfat menjelaskan adanya keterkaitan historis antara Mahkota Binokasih dengan sejarah Bogor. Ia menuturkan, "Dulu ada Kerajaan Sunda Galuh, kedudukannya di Pakuan. Dan Pakuan itu adalah Bogor." Hal ini menunjukkan akar sejarah yang dalam antara mahkota tersebut dengan wilayah Bogor.
Namun, pada fase akhir pemerintahan Kerajaan Sunda Galuh, sekitar delapan tahun terakhir, pusat pemerintahan bergeser ke Pandeglang, yang kemudian menjadi cikal bakal Kerajaan Salakanagara. Di Pakuan, pemerintahan aktif berakhir, hanya menyisakan para abdi dalem.
Mahkota Binokasih kemudian diserahkan dan dibawa ke Sumedang setelah kedatangan rombongan dari Banten, Cirebon, dan Demak. Di Sumedang, mahkota tersebut disimpan dan dilestarikan hingga saat ini. Proses perpindahan ini menambah kekayaan sejarah dan nilai budaya mahkota tersebut.
Karfat menyimpulkan, "Maka memang sudah saatnya ini ditampilkan lagi. Supaya orang Jawa Barat ingat bahwa dulu kita punya simbol kultural, simbol persatuan: Mahkota Binokasih Sang Hyang Pake." Pernyataan ini menekankan pentingnya pelestarian dan pengenalan simbol budaya lokal kepada masyarakat Jawa Barat.
Kirab Mahkota Binokasih bukan hanya sekadar peragaan benda bersejarah, tetapi juga menjadi momentum penting bagi Kabupaten Bogor untuk mengingat kembali akar budaya dan sejarahnya. Acara ini diharapkan dapat mendorong peningkatan apresiasi terhadap warisan budaya dan menginspirasi kepemimpinan yang lebih baik di masa mendatang.
Harapan untuk Kepemimpinan yang Lebih Terbuka
Dengan adanya Kirab Mahkota Binokasih, Karfat berharap akan tercipta era kepemimpinan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Keterbukaan informasi dan akses yang mudah bagi media massa menjadi poin penting yang diharapkan dapat terwujud.
Selain itu, acara ini juga diharapkan dapat memperkuat identitas budaya lokal Kabupaten Bogor dan meningkatkan rasa kebanggaan masyarakat terhadap warisan sejarahnya. Hal ini sejalan dengan semangat untuk membangun Kabupaten Bogor yang lebih baik dan bermartabat.
Lebih lanjut, Karfat menekankan pentingnya pembelajaran dari sejarah. Mahkota Binokasih, sebagai simbol persatuan dan kearifan lokal, diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi pemimpin masa kini untuk membangun Kabupaten Bogor dengan lebih bijak dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.