Menangkap Realita Kelas Pekerja Indonesia Lewat Layar Sinema
Film-film Indonesia seperti "Alangkah Lucunya (Negeri Ini)", "Home Sweet Loan", dan "1 Kakak 7 Ponakan" merefleksikan tantangan ekonomi dan sosial yang dihadapi kelas pekerja, khususnya kaum muda, di Indonesia.

Setiap tanggal 1 Mei, kita memperingati Hari Buruh Internasional, momen untuk merenungkan perjuangan dan tantangan yang dihadapi kelas pekerja di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sinema, sebagai media yang kuat, mampu menangkap potret kehidupan kaum buruh lintas generasi dengan cara yang puitis dan dekat dengan realita.
Beberapa film Indonesia berhasil menyoroti isu ekonomi-sosial ini dengan apik. "Alangkah Lucunya (Negeri Ini)" (2010), "Home Sweet Loan" (2024), dan "1 Kakak 7 Ponakan" (2025) menjadi contoh yang relevan. Film-film ini menghadirkan gambaran perjuangan kaum pekerja dari berbagai latar belakang dan tantangan yang mereka hadapi.
Melalui pendekatan satir yang jenaka, "Alangkah Lucunya (Negeri Ini)" karya Deddy Mizwar, menggambarkan kesulitan sarjana mendapatkan pekerjaan layak. Kisah Muluk (Reza Rahadian), Pipit (Tika Bravani), dan Samsul (Asrul Dahlan) yang kesulitan mencari pekerjaan setelah lulus kuliah, masih relevan hingga kini.
Kesulitan Sarjana Mencari Kerja: Realita yang Berkelanjutan
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2024, terdapat 842.378 lulusan perguruan tinggi (D4, S1, S2, S3) yang menganggur. Angka ini menunjukkan sekitar 11,28 persen dari total pengangguran di Indonesia merupakan lulusan perguruan tinggi. Pertanyaan yang muncul dalam film "Alangkah Lucunya (Negeri Ini)", "Apakah pendidikan bisa menjamin dapat kerja?", masih relevan hingga saat ini.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli, pada Maret 2025, mengakui adanya mismatch antara keterampilan lulusan sarjana dan kebutuhan industri. Lulusan perguruan tinggi didominasi oleh usia produktif (21-29 tahun), sementara persaingan kerja sangat ketat. Pemerintah berupaya meningkatkan keterampilan lulusan melalui program pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK) dan peninjauan kurikulum perguruan tinggi.
Kerja sama antara pemerintah, kampus, dan dunia usaha dinilai penting untuk menciptakan lebih banyak peluang kerja bagi lulusan sarjana. Tantangan bonus demografi Indonesia dalam 10 tahun mendatang menuntut solusi cepat atas masalah pengangguran sarjana ini.
Tantangan Pekerja Muda di Era Modern: Generasi Sandwich
Film "Home Sweet Loan" dan "1 Kakak 7 Ponakan" mengangkat isu kesejahteraan pekerja muda yang lebih kompleks. Kedua film ini memiliki benang merah: pekerja muda sebagai pencari nafkah utama (breadwinners) bagi keluarga, mengorbankan impian pribadi demi keluarga, menjadi generasi sandwich.
"Home Sweet Loan" menceritakan Kaluna (Yunita Siregar), pekerja perempuan muda yang bermimpi memiliki rumah namun terbebani harga hunian tinggi dan masalah keluarga yang terjerat pinjaman daring. Sementara "1 Kakak 7 Ponakan" menampilkan Moko (Chicco Kurniawan), arsitek muda yang menanggung beban ekonomi dan emosional untuk orang tua dan anak-anaknya.
Data BPS tahun 2020 menunjukkan sekitar 71 juta penduduk Indonesia merupakan generasi sandwich, lebih dari seperempat penduduk Indonesia dan termasuk kelompok pekerja rentan. Rasio ketergantungan terhadap usia produktif di Indonesia tercatat 44,67 persen pada 2022, menunjukkan tingginya beban yang ditanggung kelompok usia produktif.
Pemerintah perlu meningkatkan jaminan sosial, dukungan pendidikan vokasi, edukasi perencanaan keuangan, dan kebijakan sosial untuk membantu pekerja muda dan lansia.
Film-film ini tidak hanya meromantisasi perjuangan pekerja, tetapi juga merefleksikan realita. Mewujudkan visi besar dalam ketenagakerjaan membutuhkan komitmen dari berbagai pihak untuk menciptakan "happy ending" yang nyata bagi para pekerja, bukan hanya di layar lebar.