Mengapa Kenaikan IPL Apartemen Sepihak Jadi Tren Konflik di Jakarta? DPRD Soroti Ribuan Unit Terdampak
DPRD DKI Jakarta menyoroti tren Kenaikan IPL Apartemen Sepihak oleh pengelola, memicu konflik dengan penghuni. Apa penyebab dan bagaimana solusinya?

Anggota Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Bun Joi Phiau, menyoroti fenomena kenaikan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) apartemen yang dilakukan secara sepihak oleh pengelola. Tren ini telah menimbulkan banyak keluhan dari para penghuni di berbagai apartemen di Ibu Kota. Situasi ini mengindikasikan adanya praktik yang kurang transparan dalam pengelolaan hunian vertikal.
Menurut Bun, laporan yang diterima menunjukkan bahwa kenaikan IPL ini seringkali tidak disertai dengan penjelasan memadai kepada penghuni. Akibatnya, transparansi dan akuntabilitas dalam penetapan biaya menjadi dipertanyakan. Hal ini berpotensi memicu ketidakpuasan dan konflik berkepanjangan antara kedua belah pihak.
Konflik semakin meruncing ketika penolakan pembayaran IPL yang dinaikkan sepihak berujung pada pemutusan akses dasar seperti air dan listrik. Kondisi ini tentu sangat merugikan penghuni dan memerlukan perhatian serius dari pihak berwenang. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta didorong untuk segera bertindak tegas.
Penyebab Kenaikan IPL Sepihak dan Konflik yang Timbul
Kenaikan IPL yang dilakukan secara sepihak oleh pengelola apartemen seringkali tidak dijelaskan secara rinci kepada penghuni. Padahal, biaya ini kerap kali mencakup penyediaan kebutuhan dasar seperti air dan listrik bagi seluruh unit. Kurangnya komunikasi dan transparansi menjadi pemicu utama ketidakpuasan.
Dalam banyak kasus, penolakan pembayaran IPL yang dianggap tidak wajar oleh penghuni berujung pada tindakan pemutusan akses air dan listrik. Langkah ini diambil oleh pengelola sebagai bentuk paksaan, yang pada akhirnya memperburuk hubungan. Situasi ini menciptakan konflik yang merugikan kedua belah pihak.
Pengelola yang bertanggung jawab atas kenaikan IPL ini umumnya merupakan entitas yang dibentuk oleh pihak pengembang. Keberadaan mereka sebelum terbentuknya Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) menjadi celah. Hal ini memungkinkan keputusan sepihak tanpa melibatkan partisipasi penghuni secara langsung.
Peran Penting PPPSRS dan Penegakan Aturan
Pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) dinilai menjadi solusi fundamental untuk mengatasi konflik IPL sepihak. PPPSRS adalah badan pengelola yang dibentuk oleh dan dari kalangan penghuni sendiri. Dengan demikian, keputusan terkait pengelolaan dan biaya dapat ditentukan secara kolektif.
Menurut Peraturan Menteri Perumahan (PMP) dan Kawasan Permukiman Nomor 4 Tahun 2025 Pasal 58 ayat (3), pengembang wajib memfasilitasi pembentukan PPPSRS. Batas waktu yang ditetapkan adalah maksimal satu tahun setelah penyerahan pertama unit rumah susun kepada pemilik. Aturan ini bertujuan memastikan transisi pengelolaan yang adil.
Anggota DPRD Bun Joi Phiau mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menegakkan aturan tersebut secara tegas. Penegakan ini krusial agar pengembang memenuhi kewajiban mereka dalam memfasilitasi pembentukan PPPSRS tepat waktu. Hal ini akan mengurangi potensi konflik di kemudian hari.
Dengan pengelolaan yang diserahkan kepada penghuni melalui PPPSRS, penentuan IPL dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan riil dan kesepakatan bersama. Penghuni dinilai lebih memahami kebutuhan operasional apartemen mereka. Ini akan menciptakan lingkungan hunian yang lebih harmonis dan transparan.
Skala masalah ini cukup signifikan mengingat jumlah unit apartemen di Jakarta yang terus bertambah. Laporan konsultan properti Colliers per kuartal pertama 2025 mencatat total unit apartemen mencapai 230.755 unit. Angka ini meningkat 0,3 persen dari kuartal sebelumnya. Data dari Real Estate Asia juga menunjukkan total pasokan unit sekitar 230.047 unit pada tahun 2024. Sementara itu, hingga Juli 2025, tercatat ada 2.534 gedung apartemen di Jakarta, menunjukkan potensi konflik yang meluas.