Misteri Hilangnya Nakhoda KM Poseidon 03 Terungkap: Kasus Pembunuhan dan Penggelapan Rp400 Juta
Ditpolair Korpolairud mengungkap kasus pembunuhan Nakhoda Tupal Sianturi di KM Poseidon 03 setelah setahun penyelidikan, terungkap juga kasus penggelapan Rp400 juta oleh ABK.

Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) Korpolairud Baharkam Polri berhasil mengungkap kasus dugaan pembunuhan dan/atau kelalaian terhadap Nakhoda Tupal Sianturi di kapal KM Poseidon 03. Kasus ini terungkap setelah hampir satu tahun penyelidikan, berawal dari laporan anak korban yang merasa ayahnya tidak kembali ke rumah setelah melaut. Kejadian bermula pada 19 Maret 2024, saat KM Poseidon 03 berangkat melaut dengan Nakhoda Tupal Sianturi dan 12 ABK untuk mencari cumi di Teluk Jakarta.
Kronologi kejadian menunjukkan bahwa pada 24 Maret 2024, terjadi keributan antara Nakhoda Tupal Sianturi dan Kepala Kamar Mesin (KKM) kapal. Keributan ini dipicu oleh ketidakpuasan KKM terhadap hasil tangkapan cumi yang sedikit, dan ia merasa dimarahi oleh Nakhoda. Setelah keributan tersebut, seluruh ABK, termasuk KKM dan Wakil KKM, meninggalkan kapal dan tidak kembali ke Jakarta. Penyelidikan polisi kemudian membentang ke berbagai provinsi, termasuk Sumatera Barat dan Jambi, untuk menemukan para ABK.
Dari keterangan saksi dan penyelidikan intensif, terungkap bahwa para ABK mendengar teriakan minta tolong dari Nakhoda Tupal Sianturi yang jatuh ke laut. Namun, mereka tidak berusaha menolong. Selanjutnya, pada 28 Maret 2024, KM Poseidon 03 terlacak berada di perairan Belitung. KKM (inisial B) dan Wakil KKM (inisial R) kemudian menjual berbagai barang di kapal, termasuk hasil tangkapan cumi, alat navigasi, dan alat satelit, senilai kurang lebih Rp400 juta.
Pengungkapan Kasus dan Penangkapan Tersangka
Polisi kemudian memburu KKM dan Wakil KKM yang diduga melakukan penggelapan. Setelah hampir setahun pencarian, pada 15 Maret 2025, keduanya ditangkap di Sarolangun, Jambi. Mereka mengaku menjual barang curian seharga Rp41.200.000 dan sebagian uang digunakan untuk membeli tiket pesawat bagi ABK agar pulang ke rumah, dengan ancaman agar tidak melapor ke polisi. Setelah dibawa ke Jakarta untuk pemeriksaan intensif, keduanya akhirnya mengakui telah membuang Nakhoda Tupal Sianturi ke laut pada 24 Maret 2024.
Motif pembunuhan tersebut adalah rasa tersinggung karena teguran dari Nakhoda Tupal Sianturi. Menurut keterangan polisi, para tersangka mengaku tersinggung karena dimarahi Nakhoda meskipun sedang tidak enak badan, dan hal tersebut menjadi pemicu mereka mendorong korban hingga jatuh ke laut. Perbuatan keji para tersangka ini telah menyebabkan hilangnya nyawa seorang Nakhoda.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 372 juncto Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dan Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan hilangnya nyawa, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara. Kasus ini menjadi pengingat penting tentang pentingnya keselamatan dan keadilan di laut, serta penegakan hukum yang tegas terhadap kejahatan di lingkungan maritim.
Detail Kasus Penggelapan
- Nilai barang yang digelapkan: kurang lebih Rp400.000.000
- Barang yang digelapkan: hasil tangkapan cumi, alat navigator, dan alat satelit
- Penjualan barang curian: Rp41.200.000
- Penggunaan sebagian uang hasil penjualan: pembelian tiket pesawat untuk ABK
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan dan penegakan hukum di sektor kelautan Indonesia. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan hukum dalam setiap aktivitas di laut.