Ombudsman Sumsel Awasi Ketat SPMB 2025: Transparansi dan Keadilan Jadi Prioritas
Ombudsman Sumsel mengawasi ketat SPMB 2025 untuk memastikan penerimaan murid baru di Sumsel berlangsung objektif, transparan, akuntabel, adil, dan tanpa diskriminasi, menindaklanjuti polemik PPDB 2024.

Ombudsman Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) memastikan pengawasan ketat terhadap Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026. Hal ini dilakukan untuk memastikan proses penerimaan murid baru berlangsung objektif, transparan, akuntabel, berkeadilan, dan tanpa diskriminasi. Pengawasan ini dilatarbelakangi oleh polemik PPDB tahun 2024 yang menghasilkan rekomendasi dari Ombudsman RI terkait maladministrasi berupa penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang.
Kepala Ombudsman Sumsel, Adriansyah, menjelaskan bahwa berdasarkan Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 tentang SPMB, jalur penerimaan meliputi jalur domisili, afirmasi, prestasi, dan mutasi. SMA di Sumsel akan menerapkan kuota minimal 30 persen untuk jalur domisili dan afirmasi, serta 30 persen untuk jalur prestasi, sementara jalur mutasi maksimal 5 persen. Penentuan kuota jalur afirmasi akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk memastikan calon murid dari keluarga ekonomi tidak mampu dan penyandang disabilitas terakomodasi.
Adriansyah menambahkan, "Melihat polemik PPDB tahun 2024 yang dimana Ombudsman RI sampai menerbitkan rekomendasi dengan ditemukan nya maladministrasi berupa penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang," katanya. Oleh karena itu, pengawasan ketat ini diharapkan dapat mencegah terulangnya permasalahan serupa di tahun 2025.
Pengawasan Ketat untuk SPMB yang Lebih Baik
Beberapa saran diajukan Ombudsman Sumsel untuk pelaksanaan SPMB 2025/2026. Salah satunya adalah melibatkan sekolah swasta dalam proses penerimaan. Hal ini bertujuan untuk pemerataan akses pendidikan dan mengurangi beban sekolah negeri. Selain itu, Ombudsman juga menekankan pentingnya penegakan daya tampung sekolah negeri agar kualitas pembelajaran tetap terjaga. Pada tahun 2024, ditemukan temuan di salah satu sekolah negeri yang melebihi daya tampung hingga lebih dari 50 siswa, padahal daya tampung seharusnya hanya 36 siswa.
Ombudsman juga menyoroti pentingnya proses permintaan dispensasi nama siswa yang harus dilakukan sebelum proses SPMB, bukan setelahnya. Penambahan jumlah siswa secara tiba-tiba setelah proses penerimaan selesai mengakibatkan daya tampung tidak merata di setiap sekolah. Penerapan double shift juga menjadi perhatian karena berpotensi mengurangi kualitas pembelajaran.
Terkait jalur prestasi, Ombudsman menemukan adanya ketidakjelasan dalam pembagian kuota antara prestasi akademik dan non-akademik. Terdapat temuan siswa berprestasi akademik yang kalah bersaing dengan siswa penerima sertifikat kejuaraan olahraga yang diduga diperoleh secara ilegal. Oleh karena itu, perlu adanya pemisahan kuota yang lebih jelas dan transparan.
Transparansi dalam Tes Kompetensi Akademik
Ombudsman juga menyoroti pentingnya transparansi dalam pelaksanaan tes kompetensi akademik pada jalur prestasi. Pihak yang membuat soal, memeriksa jawaban, dan mengawasi pelaksanaan tes harus dijelaskan secara rinci. Pada IAPS tahun 2024, ditemukan kasus ketua panitia PPDB yang tidak mengetahui pihak ketiga yang menjadi rekanan dalam pelaksanaan tes tersebut. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya formalitas semata untuk menutupi maladministrasi.
Dengan pengawasan yang ketat dan rekomendasi yang telah diberikan, Ombudsman Sumsel berharap SPMB 2025/2026 di Sumatera Selatan dapat berjalan lebih baik, lebih transparan, dan berkeadilan bagi seluruh calon murid. Proses yang lebih terstruktur dan akuntabel akan memastikan kesempatan yang sama bagi semua siswa untuk mengakses pendidikan berkualitas.
Semua temuan dan saran ini bertujuan untuk menciptakan sistem penerimaan murid baru yang lebih baik dan berkeadilan di Sumatera Selatan. Dengan demikian, kualitas pendidikan dapat terjaga dan kesempatan belajar yang setara dapat diakses oleh semua siswa.