Penataan Stasiun Lempuyangan: KAI Pastikan demi Keamanan Aset dan Pelayanan Penumpang
PT KAI Daop 6 Yogyakarta tegaskan penataan Stasiun Lempuyangan untuk amankan aset dan tingkatkan pelayanan penumpang, meski warga RW 1 Bausasran menolak karena khawatir akan penggusuran.

PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi 6 Yogyakarta menyatakan bahwa rencana penataan kawasan Stasiun Lempuyangan bertujuan untuk mengamankan aset perusahaan dan meningkatkan pelayanan kepada penumpang. Hal ini disampaikan menanggapi penolakan warga RW 1 Bausasran, Danurejan, Yogyakarta, yang khawatir akan tergusur. Penataan ini melibatkan 14 kepala keluarga yang tinggal di area selatan stasiun dan mengklaim memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) dari BPN atas lahan yang mereka tempati.
Manager Humas KAI Daop 6 Yogyakarta, Feni Novida Saragih, menjelaskan bahwa terdapat 13 rumah dinas milik KAI di area stasiun yang digunakan untuk operasional kereta api. Penataan ini, menurut Feni, diperlukan karena tingginya volume penumpang Stasiun Lempuyangan yang mencapai 15.643 orang per hari, terdiri dari penumpang kereta api jarak jauh (KAJJ) dan kereta rel listrik (KRL).
KAI menekankan pentingnya penataan untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan kenyamanan penumpang, sesuai amanat Undang-Undang Perkeretaapian. Meskipun lahan stasiun berada di atas tanah Kasultanan, KAI menegaskan telah memiliki izin penggunaan dan pengelolaan lahan tersebut, dibuktikan dengan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT).
Penolakan Warga dan Klaim Kepemilikan Tanah
Warga RW 1 Bausasran menolak rencana penataan karena khawatir akan kehilangan tempat tinggal. Mereka mengklaim memiliki SKT dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai bukti penguasaan fisik atas rumah mereka yang berada di tanah Kasultanan atau 'Sultan Ground'. Namun, KAI menyatakan bahwa SKT bukan bukti kepemilikan aset tanah atau bangunan.
Feni menambahkan bahwa KAI Daop 6 Yogyakarta telah melakukan sosialisasi kepada warga terkait rencana penataan. KAI juga menyatakan terbuka untuk berkomunikasi lebih lanjut dengan warga dan pemangku kepentingan terkait.
"Kami telah melaksanakan sosialisasi dan akan terus berkoordinasi dengan stakeholder terkait. KAI Daop 6 juga terbuka untuk berkomunikasi lebih lanjut demi kelancaran penataan yang ditujukan untuk keselamatan, keamanan, dan kenyamanan perjalanan kereta api," ujar Feni.
Tanggapan Pemerintah Kota Yogyakarta
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menyatakan akan meminta arahan dari Keraton Yogyakarta terkait status lahan tersebut sebelum mengambil sikap. Pemkot Yogyakarta berencana membentuk tim kecil untuk berkomunikasi dengan Panitikismo (bagian urusan pertanahan Keraton Yogyakarta) guna memastikan status lahan dan memfasilitasi komunikasi antara warga dan KAI.
"Saya akan memohon arahan dari Keraton, setelah itu baru bisa bersikap. Kalau belum tahu alas haknya, saya belum bisa memberikan jawaban teknis," kata Hasto.
Hasto menambahkan bahwa Pemkot Yogyakarta akan membantu warga jika memang terjadi penggusuran, namun hal tersebut perlu didasari oleh kejelasan status lahan.
"Saya kira tanpa alas hak yang jelas, tidak bisa membuat kebijakan. Tapi, tugas kami sebagai pemerintah kota adalah membantu warga, terutama jika memang benar terjadi penggusuran," ujarnya.
Kesimpulan: Polemik penataan Stasiun Lempuyangan menyoroti pentingnya komunikasi dan transparansi antara KAI, warga terdampak, dan pemerintah kota dalam menyelesaikan permasalahan kepemilikan lahan dan rencana pengembangan stasiun. Kejelasan status lahan menjadi kunci dalam mencari solusi yang adil dan berkelanjutan.