Pengelolaan Hutan Produksi Maluku: Buka Peluang Kerja Baru
Pemerintah Provinsi Maluku melihat pengelolaan hutan produksi seluas 2,8 juta hektare sebagai peluang besar untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian daerah.

Ambon, 18 Februari 2024 - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku mengumumkan potensi besar dalam pengelolaan hutan produksi sebagai sumber lapangan kerja baru bagi masyarakat. Dengan luas hutan produksi mencapai 2,8 juta hektare dari total 3,9 juta hektare hutan di Maluku, peluang ini dinilai signifikan untuk mendongkrak perekonomian daerah.
Potensi Lapangan Kerja di Sektor Kehutanan
Kepala Dinas Kehutanan Maluku, Haikal Baadila, menjelaskan bahwa peluang kerja terbuka lebar bagi masyarakat, baik dalam sektor produksi kayu dan non-kayu, maupun jasa lingkungan. "Peluang kerja bisa dengan pemegang izin baik itu produksi kayu, non kayu maupun jasa lingkungan," ujar Baadila dalam keterangannya di Ambon.
Beliau menekankan bahwa sektor kehutanan di Maluku memiliki tata ruang yang terstruktur dengan baik. Dari total luas hutan, 400 ribu hektare dialokasikan untuk konservasi, 600 ribu hektare untuk hutan lindung, dan sisanya, 2,8 juta hektare, untuk hutan produksi. Luas hutan produksi ini menyimpan potensi ekonomi yang sangat besar.
Ekonomi Hutan Produksi: Lebih dari Sekedar Kayu
Fungsi ekonomi hutan produksi bukan hanya sebatas produksi kayu. Hutan juga menghasilkan beragam hasil hutan non-kayu seperti getah dan damar yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Kayu dari hutan produksi dapat diolah menjadi berbagai produk, mulai dari furnitur hingga kertas, sehingga mendorong pertumbuhan industri terkait.
Selain itu, hutan produksi juga berperan penting dalam pengembangan ekonomi lokal, meningkatkan pendapatan negara, dan membuka peluang bagi pengembangan industri dan pariwisata berbasis alam. Dengan demikian, pengelolaan hutan produksi yang tepat dapat memberikan dampak positif secara menyeluruh bagi masyarakat dan negara.
Pembagian Keuntungan dan Luas Hutan yang Belum Termaksimalkan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku, baru 216.386 hektare dari total hutan produksi yang telah dimaksimalkan produksinya. Hal ini menunjukkan masih banyak potensi yang belum digali. Skema pembagian keuntungan dari hutan produksi melalui Dana Bagi Hasil (DBH) Provinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) dengan pembagian 80 persen untuk daerah dan 20 persen untuk pusat, serta DBH dana reboisasi (60 persen pusat dan 40 persen provinsi), menunjukkan komitmen pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam ini.
Dengan luas hutan produksi yang masih besar dan belum termanfaatkan secara optimal, peluang kerja di sektor ini masih sangat terbuka. Pemerintah Provinsi Maluku mendorong peningkatan pemanfaatan hutan produksi secara berkelanjutan dan bertanggung jawab, agar manfaatnya dapat dirasakan secara merata oleh masyarakat Maluku.
Pengelolaan Berkelanjutan untuk Masa Depan
Untuk memaksimalkan potensi ekonomi hutan produksi, diperlukan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Hal ini mencakup peningkatan efisiensi produksi, pengembangan industri terkait hasil hutan, dan penerapan praktik-praktik ramah lingkungan. Dengan demikian, hutan produksi dapat menjadi sumber pendapatan dan lapangan kerja yang berkelanjutan bagi masyarakat Maluku, serta berkontribusi pada perekonomian nasional.
Langkah-langkah konkret yang perlu dilakukan antara lain adalah pelatihan bagi masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan, peningkatan akses terhadap teknologi dan informasi, serta kerjasama yang erat antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Dengan sinergi yang kuat, pengelolaan hutan produksi di Maluku dapat menjadi contoh sukses dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.