Raja Ampat Raih Persetujuan Pengelolaan Hutan Kampung: Jaga Kelestarian, Manfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu
Kementerian LHK memberikan persetujuan pengelolaan hutan kampung di tiga kampung Raja Ampat, Papua Barat Daya, seluas hampir 5.300 hektare untuk pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan pelestarian alam.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru-baru ini memberikan angin segar bagi masyarakat di Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya. Tiga kampung di wilayah tersebut resmi mendapatkan persetujuan pengelolaan hutan kampung, sebuah langkah penting dalam upaya pelestarian alam dan pemberdayaan masyarakat lokal. Persetujuan ini diberikan dalam rangka pengelolaan hutan berbasis pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, menawarkan peluang ekonomi baru bagi masyarakat sambil menjaga kelestarian lingkungan yang luar biasa di Raja Ampat.
Penyerahan Surat Keputusan (SK) KLHK dilakukan langsung oleh Gubernur Provinsi Papua Barat Daya, Elisa Kambu, kepada perwakilan masyarakat tiga kampung tersebut pada peringatan ke-42 Hari Bakti Rimbawan (HBR) 2025. Acara penyerahan SK ini dilaksanakan di Halaman Kantor Gubernur Papua Barat Daya pada Senin lalu. Ketiga kampung yang beruntung ini akan memiliki kesempatan untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam di hutan kampung mereka selama 35 tahun ke depan.
Kepala Seksi Wilayah II Papua Barat Daya BPSKL Wilayah Maluku Papua, Lilian Komaling, menjelaskan lebih lanjut mengenai arti penting SK ini. "Diharapkan masyarakat di tiga kampung ini bisa memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dan sekaligus menjaga kelestarian hutan untuk pembangunan hutan berkelanjutan," ujarnya. Hal ini menekankan pentingnya keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dengan pelestarian lingkungan untuk generasi mendatang.
Hutan Kampung Raja Ampat: Luas Area dan Potensi
Tiga kampung yang mendapatkan persetujuan pengelolaan hutan kampung tersebut adalah Hutan Kampung Friwen di Distrik Waigeo Selatan (1.025 hektare), Hutan Kampung Kalitoko di Distrik Teluk Mayalibit (3.890 hektare), dan Hutan Kampung Waifo di Distrik Tiplol Mayalibit (355 hektare). Total luas area yang akan dikelola mencapai hampir 5.300 hektare, menawarkan potensi besar bagi perekonomian lokal.
Lilian Komaling menambahkan bahwa pemanfaatan hutan kampung akan berlangsung selama 35 tahun sesuai dengan SK KLHK. "Secara keseluruhan hutan kampung di Kabupaten Raja Ampat diperuntukkan untuk ruang perlindungan seperti tempat pemijahan ikan, tempat penanaman mangrove," jelasnya. Hal ini menunjukkan komitmen untuk menjaga ekosistem laut dan pesisir yang kaya di Raja Ampat.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa masyarakat telah melakukan pemetaan lokasi-lokasi penting dan keramat yang akan terus dijaga kelestariannya. Ini menunjukkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap nilai-nilai budaya dan lingkungan.
Dukungan Pemerintah dan Perhutanan Sosial
Julian Kelly Kambu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan Papua Barat Daya, menyampaikan apresiasi kepada KLHK atas dukungannya. "Dulu tidak ada akses bagi masyarakat untuk mengelola hutan, tapi sekarang masyarakat diberikan ruang untuk mengakses kawasan hutan melalui mekanisme perhutanan sosial," ucapnya. Pernyataan ini menyoroti perubahan signifikan dalam kebijakan pengelolaan hutan yang kini lebih memberdayakan masyarakat.
Di Papua Barat Daya sendiri, sebanyak 135 SK KLHK tentang persetujuan pengelolaan hutan kampung telah diterbitkan. Selain itu, verifikasi persetujuan penetapan hutan adat juga telah dilakukan di Kabupaten Sorong Selatan. Ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk terus mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan berkeadilan.
Program ini tidak hanya memberikan akses ekonomi bagi masyarakat lokal melalui pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, tetapi juga memastikan kelestarian hutan untuk generasi mendatang. Dengan pengelolaan yang tepat, hutan kampung di Raja Ampat dapat menjadi contoh sukses bagi daerah lain dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.
Persetujuan ini merupakan langkah maju dalam perhutanan sosial, memberdayakan masyarakat lokal untuk mengelola dan memanfaatkan hutan mereka sendiri. Dengan demikian, diharapkan kesejahteraan masyarakat meningkat dan kelestarian lingkungan terjaga.