Papua Barat Dorong Peningkatan RKPS untuk Kelola Hutan Lestari
Dinas Kehutanan Papua Barat gencar meningkatkan penerbitan Rencana Kerja Perhutanan Sosial (RKPS) agar masyarakat dapat mengelola hutan secara berkelanjutan dan optimal.

Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat tengah berupaya meningkatkan jumlah Rencana Kerja Perhutanan Sosial (RKPS) yang diterbitkan. Upaya ini bertujuan agar masyarakat dapat mengelola hutan secara lestari dan berkelanjutan. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kehutanan Papua Barat, Jimmy Walter Susanto, di Manokwari pada Kamis, 27 Februari 2024.
Dari total 86 izin pemanfaatan perhutanan sosial yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan di Papua Barat, baru 15 izin yang telah memiliki RKPS. Rendahnya jumlah RKPS ini menjadi perhatian serius pemerintah daerah, sehingga upaya peningkatan penerbitan RKPS menjadi prioritas tahun ini. Susanto menekankan pentingnya RKPS sebagai dasar pengelolaan izin perhutanan sosial yang efektif dan terarah.
Ke-15 RKPS yang telah diterbitkan tersebar di Kabupaten Manokwari, Teluk Bintuni, dan Fakfak. Pemerintah Provinsi Papua Barat menargetkan peningkatan jumlah RKPS di kabupaten-kabupaten lain di wilayah tersebut. Dengan adanya RKPS, diharapkan pengelolaan hutan sosial dapat dilakukan secara terencana dan optimal, demi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Pentingnya RKPS dalam Pengelolaan Hutan Sosial
RKPS berperan krusial dalam membantu kelompok pengelola hutan untuk merencanakan langkah-langkah strategis. Perencanaan tersebut meliputi identifikasi wilayah, analisis situasi, pelaporan, dan pengembangan potensi hutan sosial. Dokumen ini memberikan gambaran jelas tentang aktivitas yang disepakati bersama, sehingga pemanfaatan hutan dapat dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan. RKPS juga memastikan bahwa pengelolaan hutan sosial sesuai dengan aturan dan perencanaan yang telah ditetapkan.
RKPS memiliki masa berlaku satu tahun dan wajib diperbarui setiap tahunnya melalui Rencana Kerja Tahunan (RKT). Hal ini memastikan bahwa rencana pengelolaan hutan selalu relevan dan adaptif terhadap perubahan kondisi di lapangan. Proses pembaruan ini juga menjadi mekanisme evaluasi dan penyempurnaan pengelolaan hutan sosial.
Setelah jumlah RKPS meningkat, langkah selanjutnya adalah pembentukan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). KUPS akan berperan penting dalam menentukan kegiatan pemanfaatan hutan sosial, seperti pengembangan perkebunan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK), dan pengembangan jasa lingkungan. Dengan adanya KUPS, pengelolaan hutan sosial diharapkan menjadi lebih terstruktur dan terarah.
Contoh Implementasi RKPS di Papua Barat
Salah satu contoh keberhasilan implementasi RKPS adalah di Teluk Bintuni. Di wilayah ini, KUPS telah berhasil memanfaatkan RKPS untuk mengelola perhutanan sosial menjadi hutan adat. Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui APBD 2024 telah memfasilitasi KUPS dengan peralatan produksi, sehingga diharapkan KUPS dapat segera melakukan kegiatan produksi dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar.
Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada RKPS yang digunakan untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit di Papua Barat. Namun, terdapat lima RKPS di Kabupaten Fakfak yang telah dimanfaatkan untuk pengembangan perkebunan pala. Hal ini menunjukkan potensi diversifikasi pemanfaatan hutan sosial sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing daerah.
Luas area perhutanan sosial di Papua Barat bervariasi, mulai dari 50 hektare hingga 200 hektare. Variasi luas ini mencerminkan perbedaan kondisi geografis dan potensi sumber daya alam di setiap wilayah. Pengelolaan yang efektif dan terencana melalui RKPS sangat penting untuk memastikan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan dan optimal di setiap wilayah.
Dengan peningkatan jumlah RKPS dan pembentukan KUPS, diharapkan pengelolaan hutan sosial di Papua Barat semakin baik dan berkelanjutan. Hal ini akan berdampak positif pada peningkatan ekonomi masyarakat dan pelestarian lingkungan. Langkah-langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.