Potensi 1,9 Juta Hektare Perhutanan Sosial untuk Ketahanan Pangan Nasional
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengungkap potensi 1,9 juta hektare lahan perhutanan sosial untuk mendukung ketahanan pangan nasional, dengan berbagai komoditas unggulan yang dapat dikembangkan.

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengumumkan potensi besar lahan perhutanan sosial untuk meningkatkan ketahanan pangan Indonesia. Direktur Pengendalian Perhutanan Sosial Kemenhut, Syafda Roswandi, mengungkapkan potensi lahan seluas 1,9 juta hektare yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang target ketahanan pangan pemerintah. Pengumuman ini disampaikan dalam sebuah diskusi daring pada Rabu, 30 April, di Jakarta.
Syafda menjelaskan bahwa saat ini, pemerintah telah menetapkan 8,3 juta hektare kawasan hutan untuk dikelola secara berkelanjutan oleh masyarakat melalui skema perhutanan sosial. Dari luas tersebut, terdapat potensi 1,9 juta hektare yang sangat prospektif untuk pengembangan komoditas pangan. Lahan-lahan ini tersebar di 37 provinsi dan telah dikaji untuk pengembangan sembilan komoditas unggulan.
Keberadaan program ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan produksi pangan dalam negeri dan mendukung ketahanan pangan nasional. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan.
Sembilan Komoditas Unggulan Perhutanan Sosial
Beberapa komoditas unggulan yang berpotensi dikembangkan di lahan perhutanan sosial seluas 1,9 juta hektare tersebut antara lain padi gogo, jagung, kopi arabika, kopi robusta, cabai, kedelai, rumput gajah, bawang merah, dan kakao. Pilihan komoditas ini didasarkan pada kajian dan analisis potensi lahan serta kebutuhan pasar.
Pemilihan komoditas yang beragam bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan yang lebih terdiversifikasi dan mengurangi risiko gagal panen akibat fluktuasi iklim atau serangan hama. Selain itu, pengembangan komoditas ini juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan membuka lapangan kerja baru.
Keberhasilan pengembangan komoditas ini sangat bergantung pada dukungan pemerintah dan pengelolaan yang berkelanjutan. Kemenhut berkomitmen untuk terus memberikan pendampingan dan pelatihan kepada masyarakat agar dapat mengelola lahan perhutanan sosial secara optimal.
Tantangan dan Solusi Pengembangan Perhutanan Sosial
Meskipun memiliki potensi besar, pengembangan perhutanan sosial juga menghadapi sejumlah tantangan. Dari 8,3 juta hektare lahan yang telah ditetapkan, terdapat sekitar 14 ribu Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). Namun, hampir setengahnya belum mendapatkan pendampingan yang memadai.
Hanya sekitar 4.803 unit KUPS yang telah memiliki Surat Keputusan (SK) dan mendapatkan pendampingan. Hal ini menjadi kendala utama dalam pengembangan perhutanan sosial, karena pendampingan sangat penting untuk memastikan keberhasilan pengelolaan lahan dan peningkatan produktivitas.
Kemenhut menyadari pentingnya pendampingan bagi KUPS. Saat ini, terdapat 1.600 pendamping yang dibiayai oleh pemerintah. Namun, kebutuhan sebenarnya mencapai 9.000 pendamping. Untuk mengatasi kekurangan ini, Kemenhut akan mendorong keterlibatan pendamping mandiri yang dibiayai oleh sumber selain pemerintah.
Peningkatan kompetensi pendamping juga menjadi fokus utama. Pendamping yang terampil dan berpengalaman akan mampu memberikan arahan dan bimbingan yang efektif kepada KUPS, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan masyarakat.
Kesimpulan
Program perhutanan sosial memiliki potensi yang sangat besar untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Dengan pengelolaan yang tepat dan dukungan pendampingan yang memadai, 1,9 juta hektare lahan perhutanan sosial dapat berkontribusi signifikan terhadap peningkatan produksi pangan dan kesejahteraan masyarakat. Kemenhut berkomitmen untuk terus berupaya mengatasi tantangan yang ada dan memastikan keberhasilan program ini.