Penurunan DBH Sawit Ancam Pertanian Kalteng: Gapki Minta Pemerintah Pusat Cari Solusi
Penurunan drastis Dana Bagi Hasil (DBH) sawit di Kalimantan Tengah pada 2025 mengancam sektor pertanian sawit dan pembangunan infrastruktur, mendorong Gapki meminta solusi dari pemerintah pusat.

Palangka Raya, 4 Maret 2024 - Penurunan Dana Bagi Hasil (DBH) kelapa sawit di Kalimantan Tengah (Kalteng) pada tahun 2025 telah menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan pengusaha sawit. Gapki Cabang Kalteng menilai penurunan ini akan berdampak langsung pada sektor pertanian sawit, khususnya dalam hal pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur jalan yang mendukung operasional perkebunan sawit, terutama di daerah pedesaan.
Sekretaris Eksekutif Gapki Kalteng, Rawing Rambang, mengungkapkan keprihatinannya terkait hal ini. Ia menjelaskan bahwa infrastruktur jalan yang buruk akan menghambat proses produksi dan distribusi hasil panen, sehingga berdampak negatif pada pendapatan petani sawit, terutama petani kecil. "Bagaimanapun infrastruktur yang tidak terawat akan menghambat produksi dan distribusi kelapa sawit, yang pada akhirnya akan merugikan petani kecil juga," tegas Rawing.
Berdasarkan data yang diperoleh, alokasi DBH sawit mengalami penurunan signifikan. Pada tahun 2023, total DBH yang diterima Kalteng mencapai Rp275,921 miliar. Namun, angka ini turun menjadi Rp256,177 miliar pada tahun 2024, dan anjlok drastis menjadi hanya Rp117,897 miliar pada tahun 2025. Penurunan ini dinilai sangat mengkhawatirkan bagi perekonomian Kalteng.
Dampak Penurunan DBH Sawit terhadap Infrastruktur
Penurunan DBH sawit berdampak langsung pada pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di perkebunan sawit Kalteng. Dana yang berkurang akan membatasi kemampuan pemerintah daerah dalam membangun dan memperbaiki jalan menuju kebun-kebun sawit, terutama di daerah pedesaan. Hal ini akan memperlambat proses pengangkutan hasil panen dan meningkatkan biaya produksi.
Rawing Rambang menambahkan, "Penurunan DBH ini akan sangat mempengaruhi aksesibilitas ke kebun-kebun sawit, terutama di daerah terpencil. Jalan yang rusak akan meningkatkan biaya transportasi dan memperpanjang waktu tempuh, sehingga mengurangi efisiensi dan daya saing produk sawit Kalteng."
Ia juga menyoroti pentingnya infrastruktur yang memadai untuk mendukung produktivitas dan kesejahteraan petani sawit. Dengan infrastruktur yang baik, petani dapat lebih mudah mengangkut hasil panen, sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka.
Pemerintah Provinsi Kalteng dan Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) merupakan penerima DBH sawit terbesar. Namun, penurunan DBH ini akan berdampak signifikan pada kedua daerah tersebut, serta daerah-daerah penghasil sawit lainnya di Kalteng.
Peran DBH Sawit dan Tindakan yang Diperlukan
DBH sawit merupakan bagian dari Transfer ke Daerah (TKD) yang berasal dari bea keluar dan pungutan ekspor kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya. Dana ini didistribusikan ke pemerintah provinsi, daerah penghasil, dan daerah non-penghasil sebagai bentuk redistribusi keuntungan dari industri kelapa sawit.
Menanggapi penurunan DBH yang signifikan ini, Rawing Rambang menyarankan pemerintah daerah untuk segera mengambil langkah konkret dalam mengatasi situasi ini. Ia menekankan perlunya strategi yang efektif untuk menjaga aliran dana bagi hasil agar dampak negatif terhadap masyarakat dapat diminimalisir.
Lebih lanjut, Rawing berharap pemerintah pusat dapat memberikan solusi yang jelas untuk mengatasi permasalahan ini. "Kita tidak bisa membiarkan hal ini berlarut-larut. Harus ada strategi agar ekonomi tetap tumbuh dan kesejahteraan masyarakat tidak terdampak terlalu parah. Kita berharap pemerintah pusat dapat memberikan solusi yang jelas untuk mengatasi permasalahan ini," tutup Rawing.
Penurunan DBH sawit ini menjadi sorotan penting, mengingat luasnya perkebunan sawit di Kalteng dan kontribusinya terhadap perekonomian, lapangan kerja, dan kesejahteraan masyarakat. Solusi yang tepat dan cepat dari pemerintah pusat sangat dibutuhkan untuk mencegah dampak negatif yang lebih luas.