Dana Bagi Hasil Sawit Kotim Anjlok: Rp16 Miliar di 2025
Penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH) sawit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) anjlok drastis menjadi Rp16 miliar di tahun 2025, turun 61 persen dibanding tahun sebelumnya, sehingga berdampak pada program infrastruktur daerah.

Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, hanya menerima Rp16 miliar Dana Bagi Hasil (DBH) sawit di tahun 2025. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya; Rp46 miliar di 2023 dan Rp41 miliar di 2024. Penurunan drastis sebesar 61 persen ini menjadi pertanyaan besar bagi pemerintah daerah.
Kepala Bapenda Kotim, Ramadansyah, mengungkapkan informasi penurunan DBH sawit tersebut berasal langsung dari Kementerian Keuangan. Pemerintah Kotim mengaku belum mengetahui penyebab pasti penurunan signifikan ini. "Beberapa waktu lalu kami menerima Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait DBH, dan pada 2025 ini DBH Sawit kita hanya Rp16 miliar. Kami tidak tahu kenapa bisa turun drastis karena itu dari kementerian langsung," jelasnya Senin lalu di Sampit.
Penurunan DBH sawit ini menimbulkan kekhawatiran. Pemerintah Kotim sebelumnya telah berupaya keras untuk mendapatkan DBH ini dan menggunakannya untuk pembangunan daerah. "Perjuangan pemerintah daerah mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan perkebunan kelapa sawit agar bisa langsung masuk ke daerah cukup sulit dan panjang," tambah Ramadansyah.
Baru tiga tahun DBH sawit disalurkan, namun sudah terjadi penurunan yang sangat signifikan. Saat ini, Pemkab Kotim tengah berupaya mencari penjelasan dari Kementerian Keuangan terkait penyebab penurunan tersebut. "Kami sedang proses mempertanyakan hal itu, apakah karena harga CPO yang turun atau ada variabel dalam DBH Sawit ini yang berubah, karena itu kewenangan pemerintah pusat," ujar Ramadansyah.
Dampak penurunan DBH sawit ini cukup signifikan terhadap program pembangunan di Kotim. Sebagian besar dana tersebut, sekitar 80-90 persen, dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur. "Semakin besar DBH Sawit yang diterima maka semakin banyak atau besar program infrastruktur yang bisa dilaksanakan, sebaliknya semakin berkurang DBH Sawit maka pembangunan yang bersumber dari dana itu akan berkurang juga," kata Ramadansyah.
Kepala Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, Bina Konstruksi, Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (SDABMBKPRKP) Kotim, Mentana Dhinar Tistama, membenarkan hal tersebut. Ia menyatakan bahwa penurunan DBH sawit berdampak langsung pada program infrastruktur yang sedang berjalan. "Kalau tahun-tahun sebelumnya kita dapat lebih banyak dana, lalu tahun ini berkurang maka tentu berdampak pada infrastruktur," tuturnya.
Hingga saat ini, pemerintah Kotim masih menunggu penjelasan resmi dari Kementerian Keuangan terkait penyebab penurunan DBH Sawit ini dan bagaimana strategi selanjutnya untuk menghadapi dampak dari pengurangan dana tersebut. Kejelasan informasi dari pemerintah pusat sangat dibutuhkan untuk perencanaan pembangunan daerah kedepannya.