Penurunan Permintaan India Tekan Harga CPO Global
Penurunan harga referensi CPO di Mei 2025 disebabkan oleh melemahnya permintaan dari India dan Tiongkok, serta penurunan harga minyak nabati dan mentah dunia.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI mengumumkan penurunan harga referensi (HR) minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) untuk periode Mei 2025. Penurunan ini, sebesar 37,07 dolar AS atau 3,86 persen dari periode April 2025, menjadi 924,46 dolar AS per MT. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, terutama penurunan permintaan dari importir utama, yaitu India dan Tiongkok, serta penurunan harga minyak nabati lainnya dan harga minyak mentah dunia.
Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim, menjelaskan bahwa penurunan harga ini merupakan dampak langsung dari berkurangnya permintaan global. Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 593 Tahun 2025 menetapkan HR CPO ini untuk penetapan bea keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BLU BPDPKS) selama Mei 2025. Keputusan ini didasarkan pada rata-rata harga CPO dari berbagai bursa internasional selama periode 25 Maret-24 April 2025.
Penurunan harga CPO ini berdampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia, mengingat CPO merupakan komoditas ekspor utama. Pemerintah terus memantau perkembangan harga CPO global dan melakukan berbagai langkah untuk menjaga stabilitas harga dan melindungi kepentingan petani kelapa sawit di Indonesia. Perlu strategi yang komprehensif untuk menghadapi fluktuasi harga CPO di masa mendatang.
Analisis Penurunan Harga CPO
Penurunan permintaan dari India, sebagai salah satu importir CPO terbesar, menjadi faktor utama penurunan harga referensi. Faktor lain yang turut berkontribusi adalah penurunan harga minyak kedelai dan minyak mentah dunia. Kondisi ini menciptakan persaingan yang ketat di pasar minyak nabati global, sehingga menekan harga CPO.
Kemendag menggunakan rata-rata harga dari tiga bursa CPO internasional: Indonesia (845,71 dolar AS per MT), Malaysia (1.003,22 dolar AS per MT), dan Rotterdam (1.283,63 dolar AS per MT). Karena perbedaan harga di atas 40 dolar AS, perhitungan HR CPO menggunakan rata-rata dua sumber yang menjadi median, yaitu Bursa CPO Malaysia dan Indonesia. Metode ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022.
Bea keluar (BK) CPO periode Mei 2025 ditetapkan sebesar 74 dolar AS per MT, merujuk pada PMK Nomor 38 Tahun 2024. Sementara itu, Pungutan Ekspor (PE) CPO sebesar 7,5 persen dari HR CPO, atau 69,3348 dolar AS per MT, mengacu pada PMK Nomor 62 Tahun 2024. Minyak goreng (RBD palm olein) dalam kemasan ≤ 25 kg dikenakan BK 0 dolar AS per MT.
Dampak terhadap Industri Kelapa Sawit Indonesia
Penurunan harga CPO berpotensi berdampak pada pendapatan petani kelapa sawit di Indonesia. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk memastikan kesejahteraan petani tetap terjaga, misalnya melalui program subsidi atau bantuan lainnya. Diversifikasi produk turunan CPO juga penting untuk mengurangi ketergantungan pada pasar ekspor.
Perlu adanya strategi jangka panjang untuk menghadapi fluktuasi harga CPO global. Hal ini termasuk peningkatan efisiensi produksi, pengembangan teknologi, dan penguatan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional. Kerjasama antar negara produsen CPO juga penting untuk menjaga stabilitas harga di pasar global.
Pemerintah juga perlu meningkatkan kerjasama dengan negara importir untuk menjaga stabilitas permintaan CPO. Peningkatan promosi dan pemasaran produk CPO serta turunannya juga diperlukan untuk meningkatkan daya saing di pasar internasional. Dengan demikian, Indonesia dapat tetap menjadi pemain utama di pasar CPO global.
Kesimpulannya, penurunan harga CPO merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia. Namun, dengan strategi yang tepat dan kerjasama yang baik, Indonesia dapat mengatasi tantangan ini dan tetap menjaga keberlanjutan industri kelapa sawit.